Allah Maha Baik

Monday, December 22, 2014

Hari Ibu: Happy Mother's Day

22 Desember diperingati sebagai hari ibu, biasanya mesti menyempatkan ngirim ucapan ke ibu. Hari ini senangnya bisa menyampaikan langsung le ibu tercinta, selain itu ada yang spesial di hari ibu ini, I am becoming a mother, already. 

Numpuk bermacam rasa, sakit, lelah, mata panda, senang, lega, terharu, lucu, nano-nano... Saking bervariasinya saya sampai belum bisa bercerita kemana-mana, belum posting kata-kata atau foto baby boy saya yang unyu-unyu, lucu, menggemaskan, bikin kangen, bikin manyun juga kala harus terbangun padahal saya ngantuk luar biasa.

Okeh yang spesialnya hari ini dapat ucapan selamat hari ibu dari suami


Nunggu sehat dan pulih total pengen share lebih banyak.. can't wait :)

Friday, December 5, 2014

Program Pra Persalinan

Makin dekat hari H, makin deg-degan, ga keruan, dan ga jelas rasanya di hati..hehe parah banget ini calon ibu. Bismillah aja, meski takut harus tetap dihadapi kan? Harus dijalani...

Persalinan bukanlah hal yang bisa dianggap sepele tapi juga sepertinya tidak rumit (terlalu), lihatlah betapa banyak wanita yang sudah melaluinya meski dengan cerita yang berbeda. *edisi menenangkan hati

Memasuki bulan ini, berhubung sudah mengambil jatah cuti dengan alasan biar bisa istirahat total, tenang, dan menjauhi stress tingkat akut yang disebabkan pekerjaan, jadilah menyusun serangkaian program, mudah-mudahan terlaksana dengan manis. Beberapa hari ini sudah dimulai dengan baik:

1. Jalan pagi
Jalan pagi setelah subuh dengan misi melatih pernapasan. Dari kemaren sudah tahu namun sulit untuk terlaksana. Jam kantor yang teramat pagi serta seabrek kegiatan rumah tangga membuat program ini baru terealisasi di sini. Benar katanya dukungan orang sekitar amatlah berpengaruh. Jalan pagi jadi menyenangkan karena ada ayah dan ibu yang setia menemani, ikutan olahraga juga pagi-pagi keliling kompleks jadi lebih berasa menenangkan. Ah ya, my cute baby juga berkenalan dengan suara-suara baru, banyak sekali kicau burung di sekitar sini, jika sebelumnya ia pasti amat familiar dengan deru ombak sekarang saatnya mendengar dendang irama burung berbagai rupa dengan pemandangan hijau sana sini...I am not sure he can see through my eyes, not yet.

2. Jalan sore
Yang ini maksudnya jalan-jalan tanpa misi kebugaran, tapi misi melepas lelah..hehe. Jalannya bisa kemana aja, biasanya silaturahim, yang pasti saya pensiun mengendarai motor dengan alasan apapun. Isn't this safer, is it?

3. Makan teratur, makan apa saja

Hmm, bagian ini sangatlah penting. Makan teratur adalah ujiannterberat saat bekerja. Di sini evetything is well-organized, mom won't let me eat silly foods in silly time since she has already known my habit and my weakness. Makan tiga kali sehari di tambah snack time. Dan satu lagi, makan apa saja yang diinginkan, suka-suka :D

4. Ngaji sendiri atau mendengar suara orang mengaji atau sejenisnya.

Dari awal kehamilan, ini tetap jadi program andalan meski pelaksanaannya tersendat beberapa waktu. Mengenalkan bayi pada penciptanya tidaklah mudah, bukan?

5. Istirahat cukup

Berhubung sudah tidak ada pekerjaan yang menuntut ini itu sekaligus tidak ada batasan waktu untuk melakukan apapun, jadilah istirahat juga jadi pilihan menarik. Aktivitas yang saya lakukan ada banyak tapi tidak ada yang mengikat. Semua menyenangkan, tidak membebani, bukankah itu yang terpenting di fase ini?

Subhanallah, waktu terus berputar ternyata. Sembilan bulan sepuluh hari hampir terlaksana walau tertatih, patah-patah, berhias lemah, letih, lesu, payah, muntah, gejolak emosi yang berputar deras, juga perubahan fisik yang luar biasa cepat. Semoga bisa bersalin tepat pada waktunya, lancar dan sehat untuk kami berdua :) God loves those who love Him.

Monday, December 1, 2014

Terbang Saat Hamil

Melakukan perjalanan jauh saat kehamilan trimester ketiga memang sangat mendebarkan. Saya dihantui ketakutan aneh bin ajaib misal melahirkan sebelum waktunya atau pada tempat yang salah, di atas pesawat misalnya...olala.

Perjalanan pada tahap ini pasti membuat lelah bertambah-tambah, naik motor bersama suami saja menjadi sangat melelahkan terutama untuk jarak jauh. Ukuran perut yang kian melar ditambah sesak jika duduk terlalu lama menjadi kendala utama, dan jangan lupa keinginan untuk selalu menuju kamar kecil selalu ada. Subhanallah ya menjadi ibu itu berat dari awal hingga nanti dan seterusnya.

Dari yang saya riset, perjalanan paling aman adalah menggunakan moda transportasi udara, karena selain jarak tempuh yang singkat, ibu hamil diberi banyak kemudahan. Terlepas dari itu, ada resiko tentu saja yang harus diambil seperti tekanan udara yang beda yang bikin sesak hingga tadi, ada yang melahirkan sebelum waktunya alias prematur. Tapi bagi ibu-ibu yang tidak memiliki sejarah pendarahan, keguguran atau sakit parah lainnya dianjurkan terbang dengan surat ijin dari dokter.

Perkara surat juga menjadi ribet saat cuti kehamilan baru bisa di ambil saat usia kehamilan mencapai 32 minggu atau lebih, karena bagi pegawai pemerintah cuti bersalin berlaku satu bulan sebelum dan dua bulan setelah melahirkan. Disisi lain dokter atau bidan hanya akan memberi ijin terbang sesuai dengan syarat yang diberikan maskapai. Rata-rata maskapai memberikan kebijakan untuk kehamilan maksimal usia 32 minggu, jika lebih dari itu, bersiaplah untuk kehilangan uang giket karena mereka akan ngotot tidak memberikan ijin laik terbang.

Tidak berhenti sampai disitu, saat check in juga bikin deg-degan, pihak maskapai akan meminta bumil untuk mengisi surat pernyataan yang bunyinya kurang lebih mereka tidak bertanggung jawab atas apapun resiko selama perjalanan, pelit banget yah?

Well, the long journey finally comes today. Dari semalam, sebenarnya beberapa malam sebelumnya sudah dag dig duer, takut ini takut itu, serba parno. Yang paling dicemaskan tentu kondisi bayi tercinta. Meminjam istilah ibu mertua saya, masuk bulan ini sudah mulai masuk gerbang perjalanan antara hidup dan mati, melahirkan itu sebuah proses sulit yang akan dilalui seorang ibu. Diiringi doa-doa dari banyak orang tercinta, akhirnya bismillah naik pesawat dengan merapal doa panjang. Hebatnya bayiku tercinta bergerak sepanjang perjalanan padahal sudah membaca banyak hal menarik dan melakukan aktivitas seperti biasa. Mungkin terlalu excited, atau cuacanya beda..hehe

Still have anogher flight... mudah-mudahan lancar ya Tuhan...

Tuesday, November 25, 2014

Show Me Your Sympathy

Recently I ve found that people are hard to sympathize to others. Showing sympathy is rather similar with show others that you care, you do care about them or their sorrow. Sympathy is given to those who get unlucky events, such as sickness, accident, pain, of lost. It's really needed actually in order to tell those that they are not alone in this wild world.

Well, a couple months ago I asked you, my dear, to design words and also cards for showing your sympathy to those who need it. Today, I'd like to show which ones belong to the greater one, since each of you made such lovely ones. I won't name them, I just show you the pictures that I took after I read and scored them. Here they are:



Here is the one which gets the highest score... 


Well, hopefully after this you can easily show your sympathy to other people in many chances. God blesses us ;) 


Thursday, November 20, 2014

Going insane

Being seated in a room for about 8 to 9 hours is terribly insane.. can't hold it no more. Once it hurts your back, then it's gonna last for days. Yeah, the journey began this morning, when I had to follow such an activity, quite different with my routine. All I gotta do is listening carefully, asking whenever needed, turning on my computer and working out with it all day. I made myself walk to mosque or wandered a little bit from this to that, just to make sure that tonight I'll sleep tight without that silly brickitty backache.

Last night was such a nightmare. I couldn't sleep in peace like I planned. My body liked being tortured. And this morning, it continues to make progress...*sigh. I have complained myself since an hour ago. Like I can't sit here anymore. You know it's going to be a long tiring day, still have another day. Then how?

Thursday, November 13, 2014

Trimester Ketiga

It's not a dead end, yet.

Nujuh Bulanan

Well, di keluarga tidak pernah dengar istilah atau acara ini. Lain lubuk lain ikannya, mertua tercinta tetap ingin menjalankan tradisi keluarga plus mengikuti anjuran adat dst dst, haruslah kami meluangkan weekend awal November lalu untuk menjalani beragam prosesi nujuh bulan. Tak ubahnya menjadi pengantin yang kedua kalinya, hanya saja sekarang sang pengantin terlalu seksi hingga tak sanggup bersanding lebih lama.

Acara tentu saja diramaikn oleh pihak keluarga suami terutama, tetangga, dan kolega mertua. Sehari sebelum hari H sudah diramaikan oleh acara masak jamaah, dan hiruk pikuk dari pagi hingga malam. Beberapa yang beda ialah punya prosesi pijat plus mandi bunga-bunga, doa (seperti acara lain), rujakan, terus dilanjutkan prosesi resepsi yang membuat kaki rasa mau patah.

Yang saya tunggu-tunggu adalah pijatan..hiks kirain akan di pijat secara menyeluruh dan berkesinambungan karena badan ini rasanya sudah tak kuasa. Berjalan pun susah, jongkok susah, dibonceng motor susah, naik bus jauh lebih menderita. Capek pakai banget untuk semua jenis aktivitas. Ternyata oh ternyata pijat 7 bulan itu tak ubahnya di elus perut saja, weh, saya kecewa. Sang nenek hanya membuat otot perut tidak terlalu kencang karena aktivitas saya yang macam-macam, nyetir, naik turun tangga, ngomel, berdiri kesana kemari. Setelah satu dua tiupan saya diminta mandi bunga-bunga, serem ya kalau di sebut mandi kembang. Saya disiram dengan bunga warna warni tapi tidak wangi sama sekali, puiiiih.

Yang paling sulit ialah resepsi, berjejer bersama mertua dan suami. Meski ketiganya berdiri dan saya sesekali ngumpet, tapi tetap saya yang di cari, tokoh utama nujuh bulanan ceritanya. Cuappppeeeek sangat, padahal cuman salam-salam, tegak duduk, tapi perut saya kan gendut, can I just lay down? Acara ini berlangsung hingga sore, sore sekali hingga kaki, tangan, badan sudah tidak terkoneksi dengan baik dan benar.



Trimester ketiga ternyata jauh lebih sulit lagi. Wajar jika surga di telapak kaki ibu, karena jadi ibu itu benar-benar hatus siap lahir batin. Ini saja yang masih calon ibu rasanya kadang tak sanggup. Kombinasi bobot yang terus bertambah plus suhu tubuh yang kian meningkat plus emosi yang super labil menjadikan setiap hari adalah momem lelah tak terhingga. Belum lagi tuntutan pekerjaan yang menggila dan urusan rumah tangga yang juga punya porsi besar membuat hidup jadi rumit. Moga di beri kesabaran dan disiapkan mental untuk jadi ibu yang spesial,

Tuesday, November 11, 2014

Hujan

Kedatangan hujan telah dinanti-nanti banyak orang terutama saya yang akhir-akhir ini mengalami lonjakan suhu tubuh drastis. Katanya memang normal begitu, ketika makin bertambah bulan kehamilan, maka makin terasa gerah luar dalam. Sumpah, saya rindu hujan. Rindu saat bisa menghabiskan waktu menarik selimut dan merasakan sejuk cenderung dingin. Rindu waktu jalan sore mencium aroma angin segar dan bau tanah basah. 

Datangnya hujan juga dinantikan banyak orang, terutama yang sudah mengalami kekeringan air sumur. Hampir semua kolega mengalami hal ini, membuat para suami sibuk di petang hari mengangkut berderijen air demi orang-orang tercinta di rumah. Untunglah hunian sementara kami punya sumber air yang tak terkira banyaknya, yang sangat mengerti bahwa penat dan lelah di sore hari tak perlu di tambah keringat mencari dan mengangkut air.

Hujan, kemarin hujan pertama setelah mungkin sebulan lalu. Sebulan lalu pun hanya beberapa menit saja. Kemarin ia datang cukup lama, membuat debu berlarian meski hawa panas masih tersisa di relung-relung tiap ruangan berpenghuni. Hari ini hujan datang lebih lama, membuat payung yang telah lama pensiun kembali bekerja. Membuat senyum mengembang lebih lama meski basah, meski percikan air membuat kaos kaki jadi lembab serta langkah mesti tertahan karena semua trotoar dan jalan licin dan penuh bercak noda. Terlalu bahaya jika terpeleset dengan bobot tubuh yang luar biasa ini.

Hujan, membawa berbagai kenangan lama yang meninggalkan sensasi menyenangkan. Serta merta melintaslah cuplikan duka namun tersamar. Terngiang sebuah lagu berjudul sama, lagu lawas dengan ritme beat yang gembira.

Hujan, membawa pemikiran saya tentang kebodohan, atau naluri penyelamatan diri, atau penyesuaian pada banyak hal. Akankah hujan kali ini bertahan setidaknya se pekan? Atau dua hingga tiga hari lagi hingga sejuk bisa bertahan lebih panjang? 

Monday, October 20, 2014

Rindu

Wahai laut yang temaram, apalah arti memiliki? Ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami.
Wahai laut yang lengang, apalah arti kehilangan? Ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan.
Wahai laut yang sunyi, apalah arti cinta? Ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah. Bagaimana mungkin kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun.
Wahai laut yang gelap, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu, hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.

Salah satu potongan menarik yang saya ambil dari novel yang baru khatam dibaca sejak semalam. Butuh perjuangan untuk kembali membaca, dengan perut gendut yang mudah sekali lelah pada posisi tertentu, tentulah saya harus berusaha agar tetap bisa melanjutkan bacaan dalam kondisi nyaman sebelum beragam keluhan muncul. Sudah sejak lama saya ingin sekali menemukan, membeli atau mengkoleksi novel layak baca, setelah hunting kemana-mana dan menyimpulkan sekenanya bahwa enough for this time, beberapa kali membeli novel yang langsung saya lempar setelah membaca selembar dua, not interesting, too easy, predictable.

Setelah semalam melirik sepintas lalu, hampir tidak tertarik dengan novel bersampul putih tanpa gambar berjudul besar dengan nama penulis yang sempat singgah di hati saya begitu lama. Namun beberapa novel barunya tidak membuat saya jatuh cinta. Selalu, saya akan membaca ringkasan di belakang sampul, menebak-nebak kemana arah buku setebal 544 halaman ini. 

Mulanya saya pikir, buku ini akan membahas kejadian kecelakaan kapal besar atau setidaknya ceritanya akan memiliki alur mirip dengan "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" yang "baru" ditemukan banyak orang padahal sudah begitu lama di tulis, atau masih berkisar cinta namun tidak se vulgar karya NH Dini yang juga mengambil setting kapal. Hmm, mungkin bisa se tragis Titanic, hehe. Alur cerita yang di mulai dengan kesibukan kapal serta setting yang di ambil di tahun amat sangat jadul membimbing saya pada kesimpulan tadi. Biasanya kalau bosan, saya akan loncat ke bagian tengah cerita, lalu ke belakang langsung kemudian akhirnya menumpuk buku di rak yang sudah kepenuhan :D. Namun novel ini cukup membuat saya tertarik dalam jangka panjang. Meski baru selesai beberapa menit lalu, rekor, karena sudah dimulai semalam (saya tidak pernah bisa menahan diri menghabiskan buku bagus, apapun jenisnya). 

Alur cerita dimulai dengan pengenalan tokoh yang tidak biasa. Di awal sempat menduga bahwa tokoh utama hanya akan ada satu atau dua yang terikat perasaan cinta, rindu tak terbendung, kasih tak sampai. Namun, saya suka mengetahui bahwa saya salah, tokoh di sini bukan hanya ada satu atau dua tapi beberapa. Sebutlah keluarga Daeng Andipati dengan kedua anak gadis yang sering menjadi sentral cerita (Anna yang selalu ingin tahu dan Elsa), Gurutta (Ahmad Karaeng, seorang ulama besar juga dari Makassar), Ambo (yang saya pikir akan disoroti sendiri tentang kisah cinta dan hidupnya), Bonda Upe, Mbah Kakung juga beberapa detil kecil tentang Ruben, Chef, Kapten Phillips dan lainnya. Saya pikir jika ingin menulis tentang kisah banyak tokoh, maka ada baiknya dipilah satu satu atau dijadikan bab berbeda, namun di sini semua dijalin dalam satu cerita yang menggugah minat. Kisah hidup masing-masing tokoh tepatnya pertanyaan-pertanyaan hidup yang menggelayut menjadi beban hidup tokoh seolah menggambarkan lebih jelas dari pengantar perkenalan biasa. Saya suka cara ini. 

Sebenarnya latar belakang cerita di kapal membuat beberapa kejadian harus di ulang, apalagi ini perjalanan panjang menuju Baitullah hingga rutinitas di kapal menjadi sorotan. Riak-riak konflik muncul di beberapa bagian. Sempat ingin melewatkan bagian monoton ini tapi tetap takut ketinggan cukilan cerita menarik.

Yang saya selalu suka dari beberapa karya Tere Liye, selain bahasanya yang membumi alias mudah di cerna, sederhana, biasa saja, tidak terlalu nyastra, tidak pula berlewah, juga pesan yang ingin disampaikan melalui cerita disampaikan dengan apik dan tertata. Perlu pengalaman hidup atau setidaknya perlu membaca banyak hikmah hingga mampu menyampaikan pesan kehidupan dengan yakin. Karena seringkali kita sebenarnya tidak yakin dengan apa yang kita sampaikan meski di orang lain terdengar sangat meyakinkan. 

Meski saya bukan penggila sejarah, yang sepertinya bisa dibodohi jika ada kesalahan tahun atau nama pejuang lama, cerita dalam novel ini memerlukan riset yang cukup banyak. Ada banyak nama dari perjuangan kemerdekaan yang belum pernah saya dengar dari buku sejarah lama, ada banyak pengetahuan tentang semesta yang saya yakin harus diambil dari ensiklopedia tebal tentang laut dan isinya, migrasi hewan, jenis ikan, dan sejenis itu. Juga tempat-tempat bersejarah yang sepertinya beberapa saat ini sudah berubah total menjadi sesuatu yang berbeda seperti Batavia, Semarang dan Surabaya tempoe doloe, Sri Lanka juga pengetahuan tentang seluk beluk kapal serta setiap detillnya. Saya rasa penulis kali ini serius mencemplungkan diri ke dalam sesuatu yang berbeda rasa dari sebelumnya. Saya juga menemukan pesan yang disampaikan punya taste berbeda dari buku-buku terdahulu yang rata-rata mirip.

Setiap kita punya banyak pertanyaan untuk di jawab selama hidup, meski ada yang langsung terjawab dan ada pula yang tak pernah menemukan jawaban. Tapi hidup tentu harus terus berjalan bukan? Berminat untuk tenggelam dalam kisah "rindu" yang berbeda? Mendapati ending yang tak terduga, novel ini saya rekomendasikan untuk di baca :) Happy Reading.



Tuesday, October 14, 2014

Tentang Sinetron Remaja

Hmm, ingin berkeluh kesah soal sinetron yang banyak beredar sekarang. Dari dulu saya memang bukan penggemar tayangan jenis ini meski ada kalanya jika bosan, ikut juga menyaksikan setengah atau satu episode.

Meski tidak ahli dalam hal bikin film, setidaknya bolehlah mengeluarkan uneg-uneg, tidak bisa pula disebut resensi karena tidak sedalam itu. Sineton yang ingin saya komentari bukan sinetron kegemaran ibu-ibu rumah tangga tapi yang sekarang lagi hebohnya dengan singkatan-singkatan yang di sukai para remaja. Sinetron jenis ini awalnya saya pikir tidak mungkin melekat di hati pemirsa, secara sudah sangat tidak masuk akal. Dulu tayangan tv swasta kita dipenuhi sinetron penuh cinta abg, ada tokoh protagonis yang 'suka' di bully, ada pangeran penyelamat, lalu tokoh antagonis yang malah menguasai suasana. Seperti tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukan anak-anak sekolah ini selain mengurusi sekelumit masalah cinta, berebut kekasih, berebut harta... oh no. Saya pikir ini adalah titik terendah jenis tontonan yang bisa disajikan, namun sekarang lebih payah, selain beberapa poin diatas sekarang di tambah dengan bumbu-bumbu di luar logika seperti tokoh-tokoh utama yang memiliki kemampuan gaib, kejedot sesuatu hingga mendapat kekuatan berubah. Okelah jika jadi power rangers, ini berubah menjadi beragam jenis hewan yang punya kekuatan...God.

Tidak tega rasanya membiarkan mata untuk menoleh pada tayangan jenis ini, tapi yang membingungkan mereka malah jadi tontonan favorit dengan rating tinggi, hingga tak cukup satu, sekarang malah film-film sejenis kian bertaburan di banyak channel. Mirisnya, anak-anak usia remaja yang sedang produktif dan kreatif malah menjadi sasaran utama menonton tayangan ini. Saya bingung, bukannya sinetron atau film itu bisa jadi bagian cerita naratif yang didalamnya mesti mengandung pesan moral, lebih banyak pesannya daripada hal teflalu imaginatif lainnya. Sayang sekali jika film-film yang di luncurkan selalu bernada mirip, tidak edukatif dan membangun, memotivasi biar lebih baik misalnya, jadi lebih rajin belajar atau juara dalam berbagai bidang, tidak melulu soal cinta yang harusnya hanya jadi bagian sangat kecil dari alam semesta yang luas membentang dengan segala jenis ilmu di dalamnya.

Semoga suatu hari nanti, film yang ditayangkan di prime time jauh lebih berinovasi untuk menjadikan anak-anak remaja lebih mawas diri, tidak terbuai oleh dongen semu kehidupan yang bikin mewek dan manja.

Friday, September 19, 2014

Trimester Kedua

Well, pregnancy is a long process, harder to reach the destination. Memasuki tiga bulan kedua lumayan sulit juga, dengan problematika yang rada beda. Kalo sebelumnya tidak selera makan, muntah non stop dan lemas berkepanjangan serta ngantuk luar biasa, sekarang time to move on. Makan udah lumayan oke, setidaknya semangatlah ketika lapar datang, hebatnya jam lapar jadi berbeda, nambah banyak euy. Tengah malam bisa saja bangun, ujug-ujug berasa haus dan lapar. Dan jika tidak makan atau minum maka si baby berontak protes.

Ah ya, beberapa minggu ini mulai lebih berasa kalau ada yang tumbuh dan berkembang di dalam perut, subhanallah ya, ada yang bergerak, ada yang menuntut ingin di kasih ini dan itu. Mostly, babyku bergerak di jam istirahat atau kalau memberi sinyal lapar. Akhir-akhir ini kalau badan panas dingin, ia juga bergerak, katanya jalinan emosi ibu dan anak jadi kuat karena dari sekarang sudah mulai interaksi.

Beberapa hal yang berubah dan mulai terlihat sekali adalah... makin gendut, weh.. bersyukur yah berarti baby bertumbuh di dalam. Gendut banget, karena sebelum ini belum pernah nambah bobot sebanyak ini. Hehe hingga sepuluh kilo lo. Yang bikin heboh ya tentu saja kostum manggung. Ketika mau kerja jadi susah mau padu padan. Untuk di rumah si no problemo, suami fine saja dengan segala pilihan yang ada, lah kalau kerja kan lain cerita, secara semua baju dan rok atau gamis berukuran small size, paling besar medium. Dimulailah petualangan berburu baju hamil keliling Indonesia, susah susah. Dicara kemana-mana belum ada yang jual khusus untuk ibu jilbaban. Nitip suami pas ke luar daerah, dia bingung sendiri. Finally setelah berputar bersama suami dan kedua mertua yang baik hati, ditemukanlah beberapa helai kostum, plus titip teman (yang ibu-ibu juga) plus belanja online, jadilah sementara baju tercukupi. Aghh, get ready for the next three months, gotta get bigger and fatter, surely it's not a crime, uh?

Keribetan yang kedua, karena bobot makin nambah, jadilah rasanya badan tidak seimbang, berat cin, rasanya kemana-mana rempong, sedikit jalan ngos-ngosan. Kalau olahraga si tetap jalan pas weekend, tapi tetap saja. It's different. Tiada hari tanpa pegal sana sini. Tiada malam tanpa menjerit terlebih dahulu sebelum merebahkan diri. Gosh, i can't even understand my growing body. Terus, suhu tubuh kayaknya juga berubah, perasaan panaaaaaas banget. Ini memang lagi hot summer never end, tapi sumpah terasa sampai ke hati. Rasanya pengen berendam all the way. Dilemanya, saya tergolong orang yang sangat sensitif dengan udara, dan perangkat-perangkatnya, segala jenis pendingin yang diborong suami sukses membuat masuk angin dan menderita. Satu sisi masuk angin, sisi lain panas tidak tertahankan...oh no.

Sejauh ini terus belajar menikmati menjadi calon ibu, mudah-mudahan bisa menjadi yang baik 'sekali' meski susah ya. Susahnya saat penyakit malas mendera, malas makan, malas konsumsi vitamin atau susu, malas baca, malas ngaji, hihi parah.

Sunday, August 10, 2014

Curhat Ibu Rumah Tangga

Menjadi ibu rumah tangga sangatlah luar biasa, belum lagi jika ini hanya salah satu peran saja selain menjadi wanita karir. Mengalami sendiri tentulah berbeda dengan sekedar menjadi observer penuh teori. Ibu rumah tangga harus pandai mentolah banyak hal dalam waktu bersamaan, katakanlah menyusun menu setiap hati bisa jadi rumit saat semesta tidak mendukung.

Hmm, ini pertama kalinya berlebaran di kota kecil ini, sekaligus menghabiskan waktu di saat musim mudik. Pertama, sepi yang terasa. Karena suami masuk kerja lebih dulu, otomatis saya harus menyiasati hari-hari di rumah. Seminggu berlalu sehabis lebaran, masih terasa sepi dimana-mana. Yang jadi topik hangat yang mau meledak di kepala saya adalah harga lauk pauk dan sayur mayur yang menggila. Tidak hanya itu, ketersediaan barang juga amat terbatas. Hari ini, meski semalam berniat pagi buta ke pasar dan niat tersebut bablas karena pekerjaan suami yang selalu tuing membuat bangun di jam-jam tidak diinginkan sama sekali, sukseslah saya mendumel berangkat jam 9.. yang biasanya ikan, ayam telah ludes entah kemana. Sesampai di pasar, dueeer sesuai perkiraan, semua ayam habis terjual, menyisakan sedikit ceker dan sayap. Saya sekarang mikir ini populasi masyarakatnya yang nambah atau stok barang memang sedang ikutan mudik juga. Ikan juga tinggal beberapa jenis yang seram, itu yang bahkan saya belum pernah melihat dan merasa sebelumnya. Satu lagi komoditi yang tak pernah tersisa di jam segini, tahu dan tempe. Dua sumber protein nabati ini seolah jadi barang langka dua minggu terakhir. Kalau mau beli, datanglah subuh kak kata penjualnya kale,...weh. Untuk sayur, masih ada beberapa jenis favorit suami, saya si ngikut, tidak punya sayur kesukaan.

Dengan menenteng banyak kantong plastik, saya menuju parkiran. Setidaknya ada beberapa macam bahan masakan untuk beberapa hari ke depan. Semalam saya merana sekaligus nelangsa melihat kulkas kosong melompong menyisakan buah yang wajib saya konsumsi.

Misi lainnya pagi ini adalah mencari bubur untuk suami. Hmm, sudah beberapa hari ini ngidam buryam, ssstt sepertinya suami lebih banyak ngidam di banding saya. Sepanjang jalan saya harus dengan cermat memperhatikan jika ada yang berjualan. Wuiiih setelah mendapati tempat favorit tutup, saya baru ngeh kalau semua tempat jajanan sarapan belum ada yang buka satu pun.. lapeeeer. Ternyata para mamang itu menjadi penting juga yah? Dalam kondisi begini baru terasa, jiaaaah, secara semingguan ini selalu menikmati home-made breakfast. Tapi Tuhan memang baik, di kedalaman saya akhirnya menemukan sebuah gerobak lengkap dengan mamang dan jualannya meski bubur itu adalah bubur terakhir spesial untuk suami saya :D What a day.

Monday, July 21, 2014

Bubar

Makin tua, trus abis merid juga, tiba-tiba undangan untuk bubar jadi sepi, sesepi tempat wisata di siang puasa. Bubarnya yang berdua saja most of the time. Paling sesekali dengan keluarga. Lah siapa lagi, jadian aja ngga, ngga bisa bubar dong. Jika kantor dalam suasana kondusif dan harmonis, maka datanglah undangan kantor.

Tapi sabtu sore kemaren, saya pertama kalinya mengikuti buka bersamanya anak-anak IKPB, ya pastilah ini kan baru tahun pertama menikah dengan alumni kampus Bogor tersebut. Berasa aneh juga karena bakal datang ke tempat asing dengan orang-orang asing di sekitar, meski di samping ada suami tentu saja. Takut canggung sendiri, bingung sendiri. Well, jam setengah enam setelah mix match dengan suami berangkat menuju TKP, sebuah pinggiran pantai yang sangat ramai, malam minggu soalnya. Kita sempat celangak celinguk nyari resto yang disebutkan lewat bbm. Finally, berhasil menemukan tempat yang dimaksudkan karena melihat sosok yang dikenal. Sebenarnya saya sudah kenal beberapa teman suami saya lewat beberapa event diluar ini, tapi semua pria :D

Beberapa menit menjelang buka, semua tempat mulai terisi, ini acara emang di dominasi bapak-bapak, beberapa datang dengan istri dan anak. Tidak segaring yang saya kira cz bakat saya bercerita dengan siapa saja masih tersimpan dengan baik rupanya. Jadilah berjam-jam menunggui suami ngobrol dengan teman-temannya menjadi tidak terasa.

Ah ya, sempat melihat sesuatu yang unik di resto ini. Di pojokan dekat kasir, ada tempat bikin kopi sendiri, dengan stople-stoples beragam kopi dari berbagai daerah. Sempat ngobrol sama si barista apa yah? Gimana cara bikin secara singkat. Terus ada satu lagi alat untuk bikin rokok berbagai rasa. Ada stroberi, melon, dsb dsb. Sempat diminta nyobain, weh meski saya pencinta stroberi, masa harus mencoba benda yang tidak saya suka, tertariknya cz itu beda.

At last, udah gelap, tapi malam makin ramai, live musik baru berdentang, suami  baru nyadar kalau kita harus check up our baby. Langsung pamitan sana sini, sungkem lalu meluncur ke dokter. Eh, kita udah kemalaman, tempat praktek dokternya juga udah ikutan bubar.

Tuesday, July 15, 2014

Spinning Around

Somehow, sometimes, I miss what isn't around me. Like recently, after my long terrible days of puking, I have been missed to stay at my own room at home.. having a comfortable long lasting chat with my parents or enjoying massage from them, always miss what I can't get from others. I don't know whether I can say it normal or not. Every single night close to lebaran, make this feeling unbreakable. You know? When u hear takbir somewhere far away from home will be so much irritating. It will be the first time, simply remember, losing something for gaining other one, that hurts.

When i was staying in one of terrible beds at hospital, I realize one thing. U can easily get love from people, especially if u just meet them. U do need people who do love you to wake up soon, to live better. People who won't feel u are a burden, a person who makes a lot mess. That's the moment I miss my parents more than ever.

Once, I thought I would never be in this position, but indeed choice comes wiyh a risk all the time. I wish it won't be worthless.
*my head keeps spinning around, need dad really.

Monday, July 14, 2014

Inspirasi Vs Opname

Dua minggu lalu niat sekali ingin mencari inspirasi karena mumpung libur meski harus ikut pelatihan. Tuh inspirasi mesti dicari-cari setelah menikah, secara fokus sudah terbagi-bagi, tidak melulu tentang diri sendiri dan sebagainya. Yang biasanya dengan tidur saja, inspirasi datang berkunjung keesokan harinya.

Kembali ke dua minggu yang rencananya mau ikut jalan-jalan kesana kemari namun terhalang tugas negara yang tidak bisa di tolak. Well, sekalian tadi siapa tau bisa ditimpuk inspirasi karena punya me time yang lebih banyak, tapi ternyata oh ternyata lain yang diharap lain pula yang hadir. Sehari saja pelatihan itu terikuti dengan 'tidak baik' karena badan memang sudah berasa aneh dilanjutkan malamnya dengan sebuah babak lainnya yang disebut opname. Oke, awalnya ngotot tidak mau, kalau dipikir-pikir tidur di RS selalu meninggalkan kesan buruk, entahkah itu jarum yang jahat, makanan lembek, kebosanan nan meraja, atau bau yang menyebalkan. Tapi ngotot tiada gunanya, sesungguhnya badan sudah tiada berdaya, akhirnya opname pun menjadi pilihan. Masih dengan tidak suka plus berharap tidak lama, apa enaknya jika tidak ada ayah dan ibu di samping? Tidak ada yang biasanya selalu melapangkan hati, ayah dengan es krimnya, atau ibu dengan omelannya terhadap servis RS yang memang kadang penuh tanda tanya. Sukseslah menginap di RS yang well kondisinya menyebalkan. Harapan tinggal sepotong harapan saat besok pun masih harus tinggal karena kondisi yang masih tidak menentu, harus ikut serangkaian tes darah, dan seterusnya. Berhubung sepertinya badan masih betah, diputuskanlah untuk pindah ke kamar VIP yang lumayan, walau sebenarnya tetap saja tidak menyenangkan. Sukseslah beberapa hari terbengong ria, mendapati diri tak berdaya melakukan apapun, bahkan tidak untuk protes pada hal-hal tidak mengenakkan. Sumpah rindu banget cerita-cerita ayah yang bikin semangat sampai hari ini sih masih, rindu serindunya, biasanya selalu bertemu setidaknya beberapa kali.

Kombinasi rasa sakit, rindu yang tak sampai, mual dan lainnya membuat inspirasi bahkan tak punya nyali untuk menghampiri. Hingga hari ini ia tetap kunanti.

Wednesday, June 11, 2014

Emesis

Mual muntah tidak segera beranjak dari hidupku..weh berat. Meski ini disebut 'morning sickness', kejadian mual dan muntah tidak melulu setia di pagi hari, waktu tergilanya pagi dan malam.

Nah gejala ini amat menyebalkan, betapa tidak, my days are messed up. Semua pekerjaan harus di pending, beberapa malah tidak bisa dikerjakan, Simply lose energy, pengennya leyeh leyeh di kasur. The worst thing is yang namanya makan menjadi kegiatan paling tidak mengenakkan. See, mencium bau nasi kadang terasa begitu menyiksa, juga terjadi pada beberapa jenis makanan. Akhir-akhir ini disusul dengan ikan, say bye to fish. Indeed, tahu banget kalau lagi hamil asupan harus dijaga sekuat tenaga dan sepanjang masa tapi apa daya perut tak terima. Terakhir ke dokter kandungan malah dikasih setumpuk obat anti mual dst dst yang tidak berprikemanusiaan. I hate medicine, a lot.

Karena makan jadi susah minta ampun, terpaksa mengkonsumsi susu, kadang jadi satu-satunya asupan dalam sehari, weh sebelum menikah pun aku tak terlalu suka makan, tapi sekarang kasihan...poor my baby. 

Berbagai trik untuk mengatasi inipun dicari melalui interview dan questioner.. Hingga suatu sore suami dengan senyum sumringah mengatakan ..eureka..menemukan obat mujarab yang pasti tidak akan kutolak, which is ice cream. Tapi harus ice cream tertentu katanya, itu setelah melalui uji eksperimen istri-istri temannya. Lantas dengan semangat 45 kami menuju toko yang menjual berbagai es krim dan langsung memborong, jangan ditanya, I love ice cream so I must be so happy. Dan beberapa hari kemudian, mual dan muntahnya tidak berkurang :D, ekspetimen gagal. Setidaknya itu obat yang paling menyenangkan sejauh ini. Kemudian ada pula yang menyarankan untuk meminum teh hangat di pagi hari, hingga sempat dilema, my stomach isn't that good, I can't eat or drink something sweet in early morn except milk. Hingga sekarang cara tersebut belum diterapkan.

Yang paling nyesek adalah saat muntah tidak pilih tempat. Misalnya andai saja perut bisa diajak kompromi, jadi tidak harus mendulang malu. Contoh, abis makan bubur langsung keluar di depan sebuah swalayan. Belum lagi beberapa kali berhenti di jalan saat melakukan perjalanan...God, isn"t this too hard?

Recently, muntahnya jauh berkurang, yang tersisa adalah mual dan mulas tiada kira hampir setiap waktu. Hingga ingin sekali berteriak..I need a break...libur cepatlah datang. Susah jika harus bekerja dalam kondisi mulas dan lemas begini.

Thursday, May 29, 2014

Pregnancy: Part 1

Menikah itu sesuatu, mulai dari bangun tidur kaget ada orang di sebelah hingga melakukan banyak hal yang biasanya sendiri jadi berdua. Ada banyak cerita baru, kejutan hidup yang mejikuhibiniu...

Saat menikmati masa bersama dihebohkan dengan datangnya nikmat lain dari Allah, Allah selalu maha baik. Kita yang lagi sibuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan ajaib masing-masing dipercaya untuk bersiap diri menjadi orang tua...rasanya kayak tuaaaaa yah padahal masih suka ngaku muda gitu :D

Bab kedua kehidupan, being pregnant... Dimulai dari spekulasi, menduga-duga rasa tak percaya, kemudian menelpon keempat orang tua dengan malu-malu memilah kata, akhirnya diikuti seruan alhamdulillah sekaligus beragam petuah dari kedua ibu di seberang sana. Berita menyebar dengan lambat karena sengaja, karena masih ragu padahal udah ke bidan, ucapan selamat dari adik-adik ipar yang cantik, hingga ibu kos, dst dst.

Fase pertama dilalui dengan mudah, browsing macam-macam info, beli buku panduan hinga diberi hadiah gadget lucu oleh suami biar lebih mudah cari informasi katanya. Ke pasar bareng ibunda mertua, dibelikan sayur ini itu, buah macam-macam plus wejangan biar hati-hati biar bisa melalui trimester peryama dengan mudah. Senang sekaligus bingung, ini nyata ga sih?
Bersyukur sekali diberi kemudahan, makan lancar, kerja lancar, evetything was running smoothly.

Fase kedua, berasa hamil banget, ujiannya berrraaaaat. Dimulai dari muntah ga berhenti, badan super duper lemas, pengen bobo all the time, kerjaaan bye bye. Beberapa kali ijin hingga suami pun pontang panting, ikutan ga masuk kerja. Ibu dan ayah mertua datang bergantian because I can't even eat a spoon of rice. Thanks God everyone is so nice. Sekarang tubuh nampaknya masih menyesuaikan diri, terakhir ke dokter kandungan udah bisa liat bayinya yang masih sangat imut sekali berdetak jantungnya, subhanallah. Dibilang sulit, emang sulit banget fase ini, berdoa panjang-panjang biar terlewati dengan baik meski tertatih. Jadi mikir dan sempat bercanda dengan ibunda tercinta betapa sulitnya jadi ibu, tidak hanya minggu tapi sembilan bulan lamanya harus menanggung beragam ujian karena hadirnya buah hati tercinta.

Sekarang sudah mulai berkenalan dengan macam-macam vitamin yang jadi wajib dikonsumsi, harus jaga asupan yang masuk ke tubuh, harus lebih rajin ngaji (setelah riset bersama suami suara al-quran tetap memberi stimulasi lebih baik dibanding musik klasik, meski suami juga sudah mendonlot musik klasik yang bikin ngantuk..weh).

*Bisa ga yah liburan datang lebih cepat? Harusnya kita kan ke Lombok suamiku? :D

Saturday, May 17, 2014

Grand Final Bujang Dayang 2014

Here I am, sitting among the juries of Bujang Dayang Belitung Timur. I told you, this is a new contest to be watched this close.

Ask me how do I feel? Nervous... :D How come? Well, this is a late night show while I should watch all the things carefully, not being relax... Like staying in my room, watching in my casual costume :)

So, yeah I am here looking for the best couple on stage. Let me dhow you some interesting pictures

This lavish program is sponsored by East Belitung Tourism Office. The judgement has been done since the first time all these finalists entered the quarantine. Tonight they are scored by looking some aspects, grooming, public speaking, and knowledge.

I find it is so serious at first, but fun at the end. Glad to know that all the candidates are nervous so some of them answered the questions incorrectly. I see them as teens then. But, u know everyone is nervous and anxious when it comes to show themselves in front of public. I m not the exception anyway.

It's done already. The winners have been decided. It's decided by looking at the first glance and one question only. Actually I have preferred many better questions...*sigh. If you ask me which do I prefer from my recent activities? I love being a speaker, that's more challenging.

Thursday, May 15, 2014

Bujang Dayang Beltim: A Presentation

I was quite shocked when a friend of mine called me to be the speaker for this kind of contest. Well, i have become the juries of debate, story telling or speech, but for beauty contest, that's something new.

Today was the first step. I was a bit nervous at first, thinking what should i say in such occasion. Well, since the class isn't about beauty itself, so I made it. Preparing materials by reopening many books. Hello, I've been too long sticking with the same books, or let's say I am just so picky recently, reading similar genre for the purpose is only entertaining myself.

Let's go back. I made the presentation only in a shiny afternoon, around three hours focus. See, it's not that hard actually. Then, yeah I need to practise somehow. Isn't it making a lot of differences? So, as I said before I read for digging more information about the content of my presentation.

I arrived at the hotel exactly at 3.30. The committee asked to come at that time. But the previous speaker was still there, so I needed to wait for a half an hour. I found those finalist of the contest. The two of them will be the ambassador of tourism for this island. As you know, they are all young, beautiful, tall, and smart. Love to see them :) 
 

So, at 4 I started my part, asking them to learn English in a fun way. Having fun is mostly my priority in delivering my idea :p. I thought it would be though, but what a relief they are more than better. Some of them are actively involved while some are listening, I hope that means they get what I meant. Two hours is not enough, we need more but the day is almost over. I wish they can follow the idea when they come to the final night :)


*Thanks for the pointer my lovely husband, I could move everywhere I wanted ({})

Tuesday, May 13, 2014

Pandailah memilah rasa

Tidak ada yang bisa memaksa rasa. Beda dengan masakan yang bisa diramu sesuai selera, perasaan manusia tidaklah semudah itu. Rumit, jika ya memang ingin dibuat rumit.

Rasa, entahkah itu cinta, sedih, senang, cemburu, sayang, benci, tidak bisa dikarang. Mungkin ada tipe orang yang ahli berpura-pura. Bertahan dalam rasa yang dikarang padahal ia sama sekali tak begitu. Atau seolah menjaga padahal ia sedang berpaling jauh dari rasa yang sedang berkecamuk dalam dirinya. Yang lebih hebat lagi, perasaan manusia juga tidak tertentu satu, dalam bimbang ia bisa merasa puluhan secara bersamaan, ah pelik. Tapi sepandai-pandainya ahli, ia akan tetap terkalahkan oleh sifat manusianya yang takkan bertahan lama bermuka dua. Prinsipnya manusia akan mengekspresikan apapun sesuai dengan apa yang ia rasa.

Paksaan atau serangan apapun yang dilancarkan untuk mengubah rasa A menjadi B akan membutuhan usaha yang tidak main-main. Manusia bukan komputer yang bisa mudah dikendalikan oleh serangkaian instruksi atau program yang juga bisa diubah dengan mudah. Manusia jauh lebih kompleks. Jadi, bagi yang berniat memaksa maka menyerahlah. Biarkan rasa menemukan caranya sendiri untuk kemudian muncul di kemudian hari. Apapun kemelut rasa, pilihlah untuk brbahagia karena tanpa diinginkan, waktu akan terus berjalan memakan usia.

*Renungan di lab Bahasa

Monday, April 14, 2014

Bogor: We are in love ({})

Dari sederet nama JABODETABEK, Bogor menjadi satu-satunya kota yang belum pernah saya kunjungi, mungkin belum jodohkah? Atau menunggu saat yang tepat? :D, semua akan menyenangkan ketika datang disaat yang tepat. Ah, berbicara tentang ketepatan, sekarang sudah tidak perlu lagi menghibur diri dengan kalimat "saya hanya harus menunggu orang yang tepat, di saat yang tepat", Allah sudah berbaik hati menjawab masa penantian panjang yang penuh rasa hingga dua minggu lalu.

Bogor, tidak pernah mencetak memori khusus bagi kehidupan saya yang lumayan lama ini. Ia menjadi kota yang ingin saya kunjungi karena ada banyak stroberi layaknya Bandung. Tapi, Bandung saja tidak cukup rupanya. Waktu memberi ruang bagi saya menikmati sejuknya kota ini bersama seseorang yang punya kesan mendalam karena ia tumbuh, berkembang, merasa, mungkin juga pernah menghampa, but, its the city of memory.

Perjalanan tanpa rencana membuat hari terasa singkat. Bogor, jika boleh kubandingkan dengan beragam kota yang pernah kukunjungi, mirip Bengkulu. Ntahlah, apa karena angkot yang berkeliaran banyak berwarna hijau, atau cuacanya? (Padahal jelas berbeda)... Like I have ever been here before. It's just too familiar. Tentu misi utama adalah menjajaki langkah-langkah penuh semangat hingga bisa menimbulkan semangat baru kedepannya dalam membina hidup baru. Lalu yang tak kalah penting adalah mencari stroberi, karena langkanya buah ini di pulau kami yang gersang. 

Banyak doa terjawab ketika tidak ada kecendrungan memaksa. Subhanallah, alhamdulillah ternyata mengeksplorasi tempat baru dengan seseorang yang berarti itu luar biasa. Sepertinya petualangan sebatang kara berakhir sejak bulan lalu. Oh ya, film 3D ternyata keren, setidaknya dari kacamata saya yang hitam saat itu, film Captain America menjadi luar biasa. Apa ini terjadi sebab yang pertama? Atau suasananya? Atau karena dinginnya air dan udara di Kota Hujan? It's fun for a while, it'll be forever we're in love. 

Saturday, February 22, 2014

Art Session

Insomnia membawaku pada laman ini kemudian mengingatkan minggu-minggu dengan aktivitas baru. Masih dengan rutinitas namun diselingi jeda bertabur nada, not balok, not angka dan sejenisnya. Yah, kelas musik, terminologi baru bertaburan dimana-mana, aturan nada juga jenis suara, alto, sopran, bass, atau tenor. Kelas beberapa jam dengan materi memusingkan tapi menyenangkan, betapa tidak, it's fun, enjoyable and sssst the teacher is really good looking and single :D

Mencatat beberapa lembar saja membuat saya pusing, ada banyak tanda (walau kata gurunya sedikit), ada berbagai lambang yang harus diingat. Dan yang pasti mereka sangat berguna, layaknya not angka, not balok juga tidak bisa dikesampingkan, ntahkah itu untuk menjadi penyanyi atau juga menjadi komposer. Well, well, saya bukan mau menjadi keduanya, namun profesi dadakan membuat saya harus mencemplungkan diri secara sukarela ke dalam dunia yang menurut saya memang menyenangkan. Basically, I always love music.

Lembaran partitur yang jelas masih belum bisa saya mengerti sepenuhnya (baru beberapa pam-pam-parampam dan begitulah) membawa saya pada sebuah kesadaran lama yang terpendam oleh cepatnya hari berlalu serta padatnya kegiatan yang tidak memberi ruang pada kontemplasi yang berarti. Yeah beberapa refleksi akhir-akhir ini malah melenceng jauh hingga membawa pada kesimpulan menyesatkan akan kehidupan. Lelah tidak membuat otak dan hati bersinkronisasi dengan benar, they just need rest. Buktinya harus ada demam melanda barulah istirahat diluangkan, cruel. Lagi, kelas sore yang sempat menggeser peran saya kembali menjadi penyimak yang baik membawa saya pada ingatan bahwa ilmu Allah sangatlah kaya. Lihatlah, betapa musik punya komponen yang sangat luas untuk didalami, tidak selalu tentang suara merdu atau juga bakat terpendam tapi ada banyak komponen yang harus dipelajari hingga membuat seseorang bisa dikatakan pemusik andal nan ahli. 

Tidak ada celah untuk menyombongkan diri. Meski kadang sebuah keterampilan kecil saja membawa pada bangga yang berlebihan, tapi sebenarnya itu salah, salah yang teramat besar. Bahkan orang ahli dalam banyak bidang sekaligus pun pasti tetap lebih banyak tidak tahunya tentang ilmu lainnya. Tidak ada alasan sombong penuh kemenangan ketika berhasil memperoleh juga mengaplikasikan ilmu yang dimiliki pada kehidupan, karena masih banyak sekali ilmu Allah lainnya yang bertebaran dan harusnya menjadikan diri ini sadar bahwa belajar memang seharusnya sepanjang hayat. Kadang jika membaca long life learning  itu hanya seperti sebuah teori usang yang kurang peminat. Betapa mudah ditemukan murid yang sedikit mengalami kesulitan langsung menyerah dan berhenti belajar, Atau juga gurunya yang merasa sudah oke punya hingga menutup diri dari menggali ilmu yang lebih dalam, lebih banyak tentang berbagai hal. Juga profesi lain, yang seringkali ditemui merasa cukup hingga seolah ringan menutup buku dan cuek pada ilmu-ilmu yang berserakan.

Keep learning, doing and moving forward.

Monday, February 17, 2014

Buruh di Negeri Sendiri

Perjalanan kemarin membawaku pada kesimpulan bahwa banyak rakyat Indonesia yang bisa dikatakan tuan rumah menjadi buruh di negerinya yang kaya ini.

Sepanjang jalan yang kulihat adalah pohon-pohon sawit yang jika kuperkirakan dengan ilmu kira-kira sudah berusia puluhan tahun, tampak dari pohon-pohon yang tinggi menjulang serta beberapa terlihat tidak produktif lagi. Aku baru tahu kalau pohon sawit bisa hidup setinggi itu, kupikir ia hanya seperti pohon salak karena yang sering kuperhatikan dijalan tumbuh pendek-pendek.

Memasuki bagian dalam dari tempat ini membuatku seolah bangun dari mimpi. Tempat ini tampak terlalu berlebihan jika dibandingkan dengan pulau nan cantik ini. Lihat saja tata letak bagi setiap bagian sangatlah apik, lalu masuk ke bagian yang lebih dalam, jalan-jalan nampak teratur seolah membawa ke vila di puncak. Dan yah ada villa juga meski sederhana karena gaya lama serta ada`lapang golf yang menjadi daya tarik ditengah-tengah perkebunan yang sudah mulai beroperasi dari tahun 1995 ini. 

Berjumpa dengan bapak yang ditugaskan menyambut kami lagi membuka wawasan baru. Perkebunan ini memiliki luas belasan ribu hektar dengan pabrik terintegrasi yang langsung mengolah bahan baku. Hasil bahan pun tidak dipakai di negeri sendiri melainkan diekspor ke negara-negara Asia Timur, Selatan, dan Afrika. Hasil produksi per harinya mencapai ribuan ton. Saya bertanya-tanya dalam hati, semua ini milik siapa? Lantas diskusi selanjutnya lebih mencengangkan lagi, bahwa seperti perkebunan serupa pada umumnya, perusahaan ini juga milik pengusaha dari negara tetangga. Para insinyur yang baru bertemu saya tadi adalah orang-orang yang bekerja dibawahnya. Okelah untuk teknisi, programmer untuk pengendalian mesin berkomputer dan menggunakan mesin lainnya, tapi bagaimana dengan para buruh? Yang angkut sana, angkut sini? Yang panas melepuh saat memetik hasil panen? Sedangkan pulau ini memang selalu panas, kurasa sebenarnya pulau ini hanya memiliki musim panas sekali dan panas saja hingga wajar jika lama kemudian kulit menjadi sangat Indonesia, sawo matang. Perih karena terlalu matang.

Kembali ke cerita awal, bagaimana tanah seluas ini menjadi surga bagi pemiliknya, atau pemilik sebagian atau kepala-kepala divisi yang agak tinggi jabatannya. Kenapa jika sebuah tempat publik itu bagus kualitasnya, entahkah perusahaan, entahkah rumah sakit, entahkah sekolah, haruslah milik asing? Menjadi buruh di negeri sendiri seakan sudah menjadi kebiasaan yang lumrah, begitukah? Kutanya pada lapangan golf yang menawan, ia tersenyum, diam.   

Gifted

Thanks God, I have met chances to meet many wonderful people from different areas. Indeed, now they are my kids, gifted ones. I rarely met gifted children in many areas, but here it's like the place is full of those. Not only those who are great in academic, but also they are amazing in (what Gardner said multiple intelligence).

A sad week

To climb the hill, you need preparation. To become a great person, you need to learn and struggle. If it's not enough, then do more.
I was facing a sad week with a sad story of a little girl. The one who wants to fly to her sky, be herself that she has already felt sure about it. That was a dusty sillly word that let her into a huge trouble in her age. She got to face a hazardous situation without realizing the future risk. But, I am sure she has learnd. To see her smile today is a gift. A smile of another door has been opened anymore, I love being a witness and being involved to open an opportunity of her success.

..."Ability can get you to the top, but it takes character to keep you there."
I ve just taken the quotation from the coach Wooden. More than ability, people need character to survive then succed. I always remind my kids who sometime (maybe because they're young or something deal with puberty) forget to learn about another most important point in life, behavior. Although you have been blessed with some skills that others don't, it doesn't mean you can waste your time being an arrogant person. A person who never cares about others, or ignore any rules of life for the sake of his fun time.

Gifted
\
I swear they are gifted. Yeah, to be honest, it's still hard to find (in spite of my efforts to keep looking for) those who are good and talented in English. At last not least I find other skills. Diamond instead of gold, similar quality and price. i have found some who has a wonderful talent in singing. Some who are excellent in acting. Or some who are great in many field in one package. See, they are brilliant. Maybe I should open another Art School here.

Sunday, February 9, 2014

White Lie? That's Nonsense

I love surprise, just can't change it although nobody surprises me in a good definition recently. I hate lies, whatever it is, whether it is white or black, or even grey. And sure, I hate liars, when they lie once, they will do it again and again. 

I always wonder how a liar has grown. Should I refer to a he or she? I m sure "it" isn't logic. So, let's call a liar here a he. He can simply say a thing, lighly, comes out from his mouth while he doesn't care the risk. He supposes that everyone loves being lied, just like he himself, so it's not a big deal to create such a huge trauma in others heart dealing with him.

Hmm, I know we tend to judge others who different with us wrong, but let see the case clearly. How can we become so arrogant to feel right in most cases without noticing in detail what's going on? Simply say it's a genetic huh?

Well, I have met some liars. The low level until the high class of liars. Let see, when we promise we will meet with somebody else, somewhere, at a certain time. If s/he comes always late but s/he says she doesn't mean it, he is a low level one. I msure, everybody lies some time but in a demanding point, which he can be forgiven. But for the high class, he often lies to you no matter the case it. Let say, he promises he will do something for you, but he never did or he did very lately until you say it repeteadly in his ears. Or he asks your permission to go somewhere, then you find he goes to somewhere far than the place he tells you before. That's scary. I just can't believe that there are some people like this. Especially for men, don't they realize that they will be responsible to build a family, or a city, or a country. But how come if they can't build trust in their profile. Isn't trust the precious thing needed in building a global partnership, is it?

Yeah, maybe I m too naive but I certainly believe that even white lie is nonsense. 

*God, I m sure U sees the flowing. Save me from liars.

Kemana Pohon Itu?

Aku selalu suka pohon rindang, yang bersahabat, membuat sejuk dikala gundah, membuat lega disaat gerah, membuat tenang dan nyaman juga melindungi dari amuk badai disaat apapun.

Dulu, pohon itu ada disana, menjadi rumah kedua, malah bisa jadi rumah pertama karena di pohon itu tempat segala muara hari-hariku berlabuh. Disana, aku bisa menjadi diriku sendiri, tanpa harus ada dusta agar terlihat lebih indah, atau apalah namanya. Satu hal yang pasti ia tak akan pernah berubah menjadi monster karena kesalahan kecilku, ia diam mendengarkan, jika ia bisa bicara ia bak seorang ibu yang memberi nasihat bijak, memberi pandangan hingga anaknya tidak salah langkah dalam pilihan hidupnya. Ia selalu menjadi tempat berlabuh yang meneduhkan. Tak pernah ia membuat luka, ah bagaimanapun ia hanya sebatang pohon tua yang rindang. Sehingga respon apapun yang dibuatnya mampu membuat gundah terbang entah kemana, melihatnya saja hati sudah riang kembali.

Pohon ditanam dengan tujuan itu, hadirnya diharapkan dapat mengambil sosok ayah yang melindungi dari panas sinar matahari yang menyengat. Tapi, musim berubah. Layaknya cinta manusia yang tidak pernah kekal, pohon itu pun seolah hilang, tidak seutuhnya karena ia masih berdiri kokoh disana. Tapi aku tidak menemukan kesejukan yang sama, aku tak mendapati "rumah" yang sama. Ia menjadi arogan, apakah karena musim membuat semua kebaikannya meranggas? Ia menjadi dingin hingga tidak enak untuk dijadikan tempat berteduh apalagi melepas gundah gulana, malah ia pencipta gundah bagi orang yang mendekatinya. Aku tidak bisa jauh darinya karena seolah kebersamaan sebelumnya adalah pengikat tak kasat mata, belum lagi ia juga tumbuh disekitarku. Kemana perginya ia? Aku tak menginginkan wujudnya saja, tapi juga kasih sayangnya. Kasih yang mengajarkan bahwa ikatan tak bisa dimulai dengan kebohongan, meski kecil dusta akan membawa celaka. Keteduhan yang mengajarkan bahwa ia layak menjadi sandaran di musim apapun yang menentang. 

*Autumn 2014, segalanya berguguran.

Saturday, February 1, 2014

Welcome February

...

I succeded not to write a lot last month, since my mind, mood, and everything looked so hectic.
Beberapa hari ini berpikir lagi, panjang, dalam. Entahkah kehidupan terasa mudah dilalui atau sulit penuh getar-getar menantang juga membingungkan, tetap saja ada titik dimana jenuh atau bosan menyerang. Tidak selalu tentang rutinitas, tapi juga tentang lepas nya tujuan kehidupan itu sendiri.

Sabtu selalu menyenangkan karena kegiatan khusus berupa amalan-amalan pengingat Tuhan dilaksanakan. "Ingat padaku agar hatimu tenang", katanya. Perintah singkat ini terdengar bercanda, terdengan sering digemakan, tapi sulit dilakukan. Mengapalah manusia suka bertindak rumit? Padahal menjadi tenang sebenarnya perkara murah dan mudah. Manusia bisa saja melakukan hal-hal ringan nan mudah untuk menuju ketenangan jiwa, tapi tetap saja memilih hal mahal dan glamor yang tentu saja, ntah disadari atau tidak, membuat hati jauh dari rasa tenang. Berkaitan dengan jenuh tadi, saya yakin jika cara-cara mudah murah tadi dilakukan akan sulit sekali rasa bosan nan jenuh menyusup kedalam hati. Jika di pikir-pikir alangkah ringan nya perintah sholat, tinggal sholat saja tepat waktunya, apalagi jika dilakukan berjamaah, perintah tertunai, damai datang sebagai bonus. Tapi lihat, betapa malas dengan mudah menjadikan perkara ringan tadi menjadi rumit. Manusia dengan mudahnya berkilah, membuat serentetan alasan untuk menunda bahkan tidak melaksanakan perintah. Padahal jalan menuju surga itu murah, bukan? Tidak ada yang meminta bayaran atas amalan apapun yang ingin dilakukan. Coba pikirkan kegiatan-kegiatan mahal yang dilakukan, apa iya jalan tersebut membawa ketenangan? Misal merokok, saya akhir-akhir ini berulang kali ngomel dengan kebiasaan mahal yang satu ini. Kebiasaan yang jelas membuat kantong menipis, kesehatan menurun, dan membawa keburukan bagi lingkungan sekitar. Ntahlah, apapun alasannya, menjadi buruk dan memilih jalan yang tidak sesuai dengan aturan terasa lebih ringan. Badai malas melanda setiap harinya, membisiki diri untuk menunda, hingga lama-lama menjadi terbiasa melalaikan kebaikan apapun bentuknya.

Pagi ini saya dipertemukan tidak sengaja lagi dengan selebaran yang isinya mirip apa yang tertempel dikamar orang tua saya. Rupanya kalimat-kalimat ini merupakan cerita lama dari Imam Al-Ghozali dengan murid-muridnya. Suatu hari beliau berkumpul dengan murid-muridnya, lalu bertanya:
"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?"
Ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Imam Ghozali lalu menjelaskan semua jawaban itu benar, tetapi yang paling dekat dengan manusia adalah kematian. Sebab itu janji Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati (3: 185).

Pertanyaan berikutnya yang beliau ajukan ialah, "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?"
Beragam jawaban pun muncul, matahari, bintang, negara-negara yang jauh seperti Cina, dan lain-lain. Lagi, beliau menyatakan betapa jawaban mereka benar, tapi yang paling jauh adalah masa lalu. Apapun yang kita lalukan, apapun pilihan kita tentang banyak hal di dunia ini, masa lalu adalah hal paling jauh yang tak terjangkau. Lihatlah, bahkan kejadian pagi tadi pun tidak bisa diulang kembali. Setiap saat berlalu begitu cepat, alangkah ruginya jika diisi dengan hal-hal bodoh dan menjauhkan diri dari ketenangan.

Lalu, imam Ghozali bertanya kembali, "Apa yang besar di dunia ini?"
Ada yang menjawab gunung, samudera, bumi, matahari dan benda-benda lain yang besar. Imam Ghozali menerangkan bahwa yang paling besar adalah nafsu. 
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (7:179)  

Pertanyaan keempat adalah "Apa yang paling berat di dunia ini?"
Jawabannya adalah memegang amanah. 
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (33:72)

Pertanyaan selanjutnya "Apa yang paling ringan di dunia ini?"
Jawabannya adalah meninggalkan sholat. Nah, menyambung preambule diatas, betapa kita dengan mudahnya menyebutkan ribuan alasan demi meninggalkan beberapa menit sholat yang sebenarnya jika di pikir-pikir tidak memberatkan sama sekali. Alasan-alasan seperti capek saat isya, tanggung masih bekerja atau rapat untuk zuhur, ketiduran saat asar, atau malas bangun, dingin untuk subuh, serta masih dijalan atau ntahlah untuk magrib. Selalu lebih mudah membuat alasan daripada melakukan perintah. Pengalaman saya jika memberi tugas juga begitu. Ada bejibun alasan klise untuk menutupi rasa tidak mau, rasa tidak peduli. 

Dan yang terakhir, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?"
Jawaban beliau bukan pedang yang dibuat dengan bahan terbaik, namun lidah, lidah manusia. Karena lewat lidah, manusia bisa saling membunuh, bahkan meletuslah perang. Karena lidah, manusia bisa merusak apa yang baik, dan karena lidah manusia bisa hancur.

Titik jenuh alias kebosanan terhadap beragam hal dalam hidup membuat saya berpikir kadang menjadi seorang manusia bisa saja mudah, sekaligus rumit. Yang jelas menjadi manusia yang sia-sia bukanlah pilihan yang bijak. 

*another chapter of contemplation







Friday, January 10, 2014

A Step Daughter

She knocked my door, running to my arms, crying like a baby. I do know her, all she needed is being listened in this kind of situation. I was waiting until she started talking.

"Do you still remember our childhood? The time when we consider about how a girl should grow up? I finally found the truth is cruel most of the time. Some dreams can be real just like Barbie's life, but some can't. They stay still as dreams until they lose the chance to be proven. You know, we talked about if a girl raised up properly, she will be just good, even great. I know, I realize that nothing to worry about in my life. I can live on my own feet, all the time." She was crying in the corner of my room.

"We have watched a lot kind of brides film, uh? Bride war, runaway one, bridesmaid, or something similar. We also have become another bridesmaid other time. You know how complicated it is for being a bride. Ah, you still don't know at all since you aren't married yet. But, we talk about how the brides prepare their wed, busy, hectic, stressful, because they want to see everything runs perfectly. They want to be the most beautiful person, too, at that time. That's their problem. They tend to notice every single detail for being perfect isn't an easy matter. I know, we have committed to be a simple one, but still I wanna be somebody. I wanna have my wonderful gown." She continued and I was trying to guess what is it, why should she feel sad for she has a good life, even better than mine. 

"I feel like cinderella," she said.
"The one who grew unnoticed, growing in difficulties, but at least she found her charming prince." She seemed like a cynical lady. "I want to arrange all my future, in detail, just like my friends did. Take an example, when my roommate got married, she was so happily doing many things, talking with her parents, having in touch with friends, planning. She even had a long list to do, make sure all the things will be well-organized. I want to be involved although I am aware the risk of my choice, risky, gloomy. I wanna live that way. She looked at me in silent.

I only said that everybody has her own chapter of story. Being happy is simply a choice and more than that it's a right. Becoming a step daughter is not too bad, at least she still has a mother who loves her in strange way. Hmm, she is still crying in my room by the way.