Allah Maha Baik

Friday, November 18, 2016

Watching A Classical Concert

A concert? Hmm, never thought about buying a ticket or watching it at all. The reason is simple, the price is always unreasonable and the place will be so far from my home sweet home. But, here, in this city, those events are all possible. The prices of tickets are expensive but being a student means something else. There are many discounted events or branded shopping labels available. Just show your students ID then enjoy all those items.

Then, I was there, sitting in a row with many British people who love classic. Most of them really dressed properly, gown and high heels with beautiful hairstyles. I smiled, then looked my simple appearance, too casual since I just went back from classroom then baking class. My coat still smelled chocolate a little bit. Hmm...

Before entering the concert hall, I stood in line for printing my ticket. I booked my ticket online and printed it on the spot. I could choose to print it by myself but I had no time going to the library for printing. After getting mine, I observed carefully people around me. Some of them talked to each other, some drank champagne on the corner, some queued for a cup of coffee. Then, going to the hall, you have to show your ticket and those uniform ladies will check yours and let you in. I sat in G9 which was quite close to the stage. But still my short height made me in disadvantageous, I had to stand on my tiptoes sometime. I could not take a picture, not even dare to because everyone was so quiet and deeply absorbed in the situation. I guess this was the normal atmosphere of watching a classic concert, people wanted you to be silent and focus. I can't be a nuisance by flashing my camera here and there in order to record that moment. 

At 7.30 sharp, the twelve young guys and ladies came out to the middle of the stage. They bowed and started their beautiful rhythm. Honestly, I was not engaged very well with this kind of songs although I stood for it when talking about how music can improve concentration in learning or help the baby growth. So, the music started then, took my heart away. Sometimes I followed their tune by stamping my feet. Sometimes I almost fell asleep when the tune became slow and sad. Then an hour had passed, everybody gave a long applause, clapping their hand continuously for their gorgeous performance. Maybe, I will see another concert other time.

And now I am listening some Mozart which is really not me. Hhhhh

Thursday, November 10, 2016

Winter is Coming

Setelah dedaunan berubah warna kuning, merah, biru dan lain-lain yang jarang ada di Indonesia beberapa minggu lalu, sekarang suasana berubah mencekam. Dedaunan mulai satu per satu meninggalkan cabang-cabang pohon, sejumlah pohon malah tak berdaun sama sekali. Masih musim gugur katanya, tapi dinginnya dua hari ini tak tertahan. Siang kemarin suhu mulai masuk 0 derajat hingga duduk di kelas saja rasanya tak tahan. 

Winter is coming, I think it's already here. Meski officially baru mulai bulan depan, bukannya semua tanda-tandanya sudah lebih dari cukup. Beberapa teman yang keluar pagi sudah menemukan salju mencair, di kota lain bahkan saljunya sudah mulai banyak muncul. Jika ingin jujur, saya suka udara sejuk cenderung dingin daripada panas all the time. Hanya dingin yang ini beda, menggigit sekaligus mencekam. Keluar rumah dengan baju tiga lapis saja masih menembus kulit. Hari ini saya tambahkan satu sweater dan lumayan bekerja. Setidaknya bisa sampai rumah dengan selamat tanpa harus mengalami hidung berdarah. Yup, beberapa kali setiap bangun selalu mendapati hidung mengeluarkan darah saking dinginnya. Sekarang rumah sudah mulai dinyalakan heater hingga sudah aman untuk dikunjungi, namun sepanjang jalan menuju gedung kuliah atau perpustakaan itu sungguh menyiksa. Baju tiga empat lapis, sarung tangan, syal seolah tak mampu menahan terpaan angin yang serasa menampar muka, telinga, seluruh badan.

Suasananya juga langsung berubah. Jika kemarin masih tersisa hari dengan matahari sesekali, minggu ini sepertinya matahari sudah beranjak pergi, tak pernah muncul lagi. Hari berlalu sangat cepat tapi malam terasa sangat panjang. Jika subuh dimulai jam 6 lewat, magrib sudah muncul di jam 4. Atmosfir makin menyebalkan di kampus karena semua mata kuliah sudah mulai mengirim pemberitahuan tugas di website, beserta kriterianya, dan tanggal pengumpulan. Hidup rasanya sesak ini, diterpa angin dingin dan juga diburu deadline.

Oh, winter, why should you alter all those cheerful days?

Saturday, November 5, 2016

Serumit Scarlet Heart

Ditengah kesibukan membaca buku, jurnal, artikel poster, surat dan iklan semua berbahasa Inggris, lewat dimana-mana orang pada ngomong Bahasa Inggris, nonton drama korea tetap jadi penyejuk jiwa..hehe parah. Dengan kekuatan internet super duper, ditambah mumetnya kepala atau tugas yang bertubi-tubi, menghadiahi diri dengan satu dua episode drama korea itu rasanya menyenangkan ;)

Scarlet Heart

Satu drama yang baru saja berakhir di Korea sana judulnya Scarlet Heart alias hati yang merah membara, terang benderang, entahlah pokoknya merah. Ini maksudnya menggambarkan scene nya yang banyak perang berdarah-darahnya atau patah hati bertubi-tubi atau bajunya yang warna merah. Film nya berlatar sejarah, seperti kebanyakan cerita Korea yang mengambil masa berjayanya Goreyo.  Yang beda kalau biasanya film nya seputar rebutan kekuasaan antara dua rezim, ini antara banyak pangeran, ada tujuh apa ya, pangeran yang awalnya berteman, belajar, bermain sama-sama tapi berakhir dengan saling membunuh demi duduk di singgasana. Tragis. 

Kisah cintanya juga sangat tragis. Pada awalnya saya pikir akan berujung happy end begitu, selayaknya kebanyakan film juga (exclude drama-drama yang pemerannya penyakitan lalu meninggal di akhir). Cerita cinta awalnya antara Hae Soo sama Wook, lalu berubah arah ke Hae Soo dan Kwang Soo. Oh ya baru kali ini saya mendukung first lead male, biasanya selera saya selalu jatuh ke second lead male, tak tahu kenapa, mungkin karena mereka selalu digambarkan lebih penyanyang, lebih perhatian tapi bernasib kurang beruntung ditinggal wanita ke the first one. Kali ini saya sari awal sudah mendukung hubungan kedua dari awal. Lee Joon Gi nya seperti biasa cool, manly, agak sadis, tapi cuma punya satu straight love ke Hae Soo. Hae Soo diperankan sama IU, yang tetap unyu-unyu, tapi cukup cerdas dan lincah, lumayan. 

Pelajaran yang sempat saya pikirkan sekilas dan ingin saya tuliskan sekarang ialah betapa hidup tidak selalu seindah dan semudah yang kita duga dan inginkan. Betapa beberapa kali kedua pemeran berencana banyak hal untuk bahagia bersama, yakni dengan meninggalkan istana, membunuh, hingga akhirnya mengambil alih tampuk istana dengan menjadi raja, rencana mereka malah gagal total. Mereka sama sekali tidak bersama apalagi bahagia selamanya sampai akhir masa, endingnya terasa di gantung tapi mungkin lebih baik daripada versi aslinya. Ah ya film ini adaptasi dari drama Cina berjudul Bu Bu Jing apa ya? 

Kadang rasanya mudah sekali merencanakan sesuatu dan bersemangat untuk meraih apa yang sudah ditanamkan didalam kepala, tapi setelah dijalani keadaan tidak selalu harus berakhir baik. Dalam banyak hal, berada di kondisi yang tidak diinginkan pasti datang. Meski ada juga yang bisa dirayakan, tidak selalu dalam waktu dekat, bisa sebulan, setahun atau bertahun-tahun apa yang dicita-citakan bisa diraih. Lalu setelah diraih, masih ada lagi rencana, berjuang lagi. Siklus hidup jika dipikirkan akan terus berputar seperti itu mau punya tujuan ataupun tidak, hingga suatu waktu rambut ternyata makin banyak yang putih, keriput mulai menghampiri wajah. Tetap saja, serumit apapun, hidup harus terus dijalani, bonus jika bisa dijalani dengan semangat setiap saat.


Thursday, September 29, 2016

Tentang Birmingham (1)

Seminggu berlalu di Birmingham dengan urusan-urusan administrasi kenegaraan yang super penting. Senin lalu induction week dimulai, sejenis orientasi departemen di hari pertama, di hari kedua dan seterusnya katanya perkenalan mata kuliah yang akan diambil, yang sudah ada reading lists yang dibagi, tugas yang akan dikerjakan, dan apa-apa yang mesti dilakukan biar bisa lulus memboyong si Master pulang. 

Berhubung sekarang sedang homesick akut level satu, ada baiknya page ini ditulisi kesan dan kenyataan tentang sebuah kota bernama Birmingham. Disebut sebagai kota kedua setelah London, Birmingham memang sangat luas. Tidak cuku sehari menggunakan tiket daysaver untuk bisa mengarungi dan menggali seluk beluk kota ini. Bagian yang paling sering di kunjungi tentu saja kampus dan sekitarnya, yang menjadi rumah setahun ke depan. City Centre mungkin bisa dianggap sebagai bagian kedua, meski baru dua kali kesana, tempat nongkrong anak muda, dan tempat belanja yang cepat sekali tutup jika dibandingkan dengan mall-mall di Indonesia. Jam 5 sore hari Minggu dan jam 8 untuk hari lainnya. 

City Centre
Namanya juga centre (udah membiasakan diri untuk menggunakan penulisan Bristish biar menjiwai?, asumsi hingga sekarang, ini adalah pusat kota. Dipenuhi pusat perbelanjaan mewah nan bermerk (kalau yang suka belanja dan bawa pounds banyak) tempat ini benar-benar bisa memanjakan mata. Sederet toko brand tingkat dewa ada disini. Menariknya, disini juga ada banyak tempat wisata, desain jalan dibuat seperti taman-taman. Ada Birmingham Museum and Art Gallery, Library of Birmingham yang ketceee, Town Hall, Symphony Hall, dan beberapa gedung yang desainnya masih ala-ala medieval sekaligus kanal dengan cafe-cafe unik disekitarnya. Jika punya uang banyak, belanja dan wisata kuliner bisa jadi pilihan karena makanan diwilayah ini bisa dibilang mahal. Jika hidup hemat ala mahasiswa, setelah belanja seperlunya bisa langsung mengisi jiw dengan belajar hal baru dari sejumlah tempat tadi atau cukup selfie dengan gaya norak sekalian biar bahagia.

Cuaca
Cuaca di Birmi sangat tidak menentu, hingga harus dicek dulu ke website apa yang akan terjadi hari ini biar tidak saltum. Sekali waktu saya keluar berjaket super tebal karena pagi yang sangat dingin, ternyata siang jadi cerah dan harus gotong-gotong jaket kemana-mana. Generally, cuaca di Birmi bisa dikatakan kurang bersahabat khususnya bagi pendatang yang biasa bermandi matahari hinggan diatas 30-an derajat celcius. Rata-rata suhu harian berkisar di angka 13-15 C hingga saya masih harus berjaket. Yang membedakan hanya tingkat ketebalan jaket saja, jika ada matahari yang muncul pakai jaket tipis, kalau gelap bawa yang tebal, kalau dingin sekali pakai jaket tebal plus baju beberapa lapis...hehe. Kadang meski ada matahari yang muncul, cuaca disini juga tetap berasa dingin karena anginnya yang lagi, semena-mena. Hampir dua minggu disini pertarungan melawan suhu masih jadi masalah. Semoga bisa lebih siap sebelum winter datang dengan wajah seramnya.

Makanan
Sejauh ini makanan bukanlah hal yang sulit untuk diakses. Di kota ini ada banyak jualan daging halal yang tentu saja hanya disediakan di tempat tertentu. Untuk sayur, buah, apalagi coklat bertebaraan dimana-mana. Yang cukup sulit dicari adalah bumbu atau sayur yang terlalu Indonesia seperti kangkung atau cabai, ketemu juga harganya lumayan mengguncang. Kalau makanan jadi khas sini masih belum pernah coba, belum tahu man yang benar-benar khas. Kalau sekedar fish and chip udah, sandwich udah, roti2an plus butter plus cakes masih dalam proses mencicipi beragam variasi. Sampai hari ini ketergantungan saya terhadap nasi masih sangat luar biasa..hehe jika tidak tiga kali, at least saya butuh sekali ketemu nasi dalam sehari. So far, karena dapur dirumah memadai, semua makanan masih bisa menyesuaikan dengan selera. 

Transportasi
Transport di Birmi mirip-mirip kota lain juga. Ada bus dua tingkat yang warna merah itu, ada train, ada trem, dan banyak mobil pribadi atau moge berseliweran, sayang bukan punya saya. Kemana-mana gampang dan lumayan murah tergantung seberapa lincahnya memilih dan memilah harga. Misal kalau cuma ingin ke City Centre mending naik kereta yang tiket return nya hanya 2.5. Namun jika masu keliling dan mencoba nyasar mending pilih bus dengan tiket daysaver 4.4 kalau tidak salah. Yang lebih hemat lagi adalah naik bus ramai-ramai berlima hingga bisa beli bus group yang hanya 8, lumayan kan?






Friday, September 23, 2016

Things to do (2): Registering for GP and Railcard

See, kuliah di luar negeri khususnya UK bagian Birmingham membuat saya harus mengurus ini itu dulu agar bisa survive dan terjamin kelangsungan hidup dengan aman, sentosa, dan sejahtera. Setelah surat menyurat yang sebelumnya, masih ada beberapa hal yang dipastikan diurus lainnya.

GP atau General Practitioner

Ini adalah salah satu hal wajib yang harus didahulukan. General practitioner adalah sebutan bagi sejenis dokter umum. So, hal ini berkaitan dengan asuransi kesehatan. Secara disini, yang namanya urusan sakit bisa menjadi sangat mahal dan harus menggunakan asuransi. Berhubungan beasiswa sudah mencover bagian ini diawal sejak pembayaran visa, atau separately disebut IHS, jadi seketika tiba disini, pastikan untuk segera mendaftar ke salah satu GP terdekat. Untuk saya dan teman-teman yang tinggal di seputaran kampus bisa mendatangi Bournbrook Varsity Medical Centre yang terletak di Alton Road. Kemarin, saya mendatangi tempat ini sendiri sekitar pukul 10 dengan harapan belum banyak yang antri dan benar saya jadi satu-satunya mahasiswa disana. Pintu masuknya terkunci dan harus mencet bel dan mengatakan alasan kunjungan. Untungnya ada pasangan di depan saya yang sepertinya akan memeriksakan kandungan, jadi saya masuk setelah mereka diiringi tatapan "nih anak aji mumpung banget"..haha. Setelah saya menuju resepsionis dan melihat bahwa orang-orang harus membuat janji di komputer depan, namun saya beranikan bertanya dulu sebelum sok tahu dan salah. Ternyata saya langsung diminta ke atas bagian registrasi. Sempat nyasar ke arah ultrasound room dimana ada banyak orang antri padahal ruangan lantai 2 nya juga tidak berapa luas, akhirnya saya balik lagi kedepan dan masuk ke conference room disana dibuka lapak registration. Setelah berbasa basi dengan mas African Indian gitu, saya dikasih tiga lembar form yang harus diisi. Jangan lupa membawa BRP dan ID untuk pengisian nomor, jika hapal ditinggal juga ga masalah. Then, setelah formulir diisi, diserahkan kembali dan selesai. Just wait and see.

Railcard: Kartu diskonan naik kereta

Kartu ini sebenarnya sunah, tapi menjadi wajib bagi saya karena potongannya lumayan "wow". Contoh saja, dua hari lalu teman-teman yang punya kartu hanya membayar 5,...sekian untuk tiket kereta PP ke Startford upon avon sedangkan kami yang belum punya harus membayar 8,75. See, lumayan sekali, ini membuat saya berazam mengurus railcard segera. Kartu sakti ini nanti bisa membantu perjananan penting dan super penting dengan cukup murah. Untuk mengurusnya ada beberapa opsi: yang pertama jika punya kartu kredit dari Indonesia atau kartu debit bank lokal sudah jadi maka prosesnya bisa lebih mudah dan cepat. Tinggal sign up ke websitenya, upload foto, bayar GBP 30 dan tara kartunya datang sendiri ke rumah. Tapi, berhubung saya belum punya kedua kartu ajaib diatas, saya harus datang ke stasiun "University" ambil form, isi, cap, kembalikan dan bayar. Sebenarnya kartu ini dkhususkan bagi yang berumur 16-25, bagi yang masih muda dengan umur tersebut tidak perlu stempel dari universitas, sedangkan yang lebih dari umur yang ditentukan harus mengisi mature form yang distempel pihak kampus, see saya mesti bolak balik ke letter hub gegara umur kurang muda. Hari ini baru mau menyerahkan surat yang sudah diisi. Meski diawal terasa berat harus bayar GBP 30, tapi kartu ini akan berharga lebih dari itu jika digunakan dengan maksimal selama kuliah disini, hehe setidaknya membantu saat saya ingin melepas stres ke city centre atau berburu daging halal, juga untuk ehm sedikit jalan-jalan ceria.

Ah ya, satu lagi yang harus dilakukan biar aman dan tidak nyasar. Campus Tour. Berhubung lokasi kampus yang luas sepanjang mata memandang plus kemampuan baca peta saya yang teramat parah,jadilah saya harus berusaha menghapal jalan mencari spot penting. Yang berhasil saya hapal baru jalan menuju stasium dan perpustakaan. Hari ini, saatnya mencari ruang kuliah dan induksi minggu depan. Semangat.

Wednesday, September 21, 2016

Things to do after your arrival: BRP, Students ID, Letter of Registration, and Bank Account

Setelah mendarat di Birmingham ada beberapa hal yang wajib dituntaskan demi keselamatan nusa dan bangsa..hehe biar nggak malu-maluin bangsa karena dianggap belum lapor. Hal penting tersebut sebenarnya cukup mudah diurus, hanya saja momen peak season dimana semua calon mahasiswa baik itu lokal maupun interlokal eh internasional baru saja tiba membuat proses pembuatan semua benda-benda diatas memakan waktu yang membuat pusing dan lelah. Oke, let's start.

Pertama, Biometric Residence Permit alias BRP, adalah semacam visa yang berbentuk ATM. Jika dulu visa hanya berupa stiker yang distempel di paspor, sekarang sedikit berbeda. Di paspor hanya ditempelkan Entry Clearance yang berlaku satu bulan sehingga harus digantikan dengan BRP agar tidak diseret ke imigrasi dan dilempar pulang. BRP yang bentuknya lucu seperti kartu kredit ini bisa diambil di tempat yang telah ditentukan UKVI berdasarkan informasi yang kita input saat aplikasi visa online, dengan membawa surat dari UKVI dan paspor. Ada dua tempat yang umumnya menjadi tempat collection, yang pertama adalah kampus dan kemudian kantor pos. Menjelang keberangkatan, saya baru sadar bahwa saya memilih tempat selain kampus yang lumayan jauh, hanya saja tempat pengambilan ini tidak bisa dirubah semaunya. Untuk mengambil BRP di kampus ada semacam seri nomor yang harus dimasukkan, jika tidak pilihan agar segera lari ke kantor pos sekitar kampus yang bervariasi letaknya. Tapi setelah sampai, saya malah merasa beruntung memilih kantor pos. Sistem pengambilan BRP di kampus lebih memakan waktu karena ada ribuan mahasiswa internasional yang datang sehingga kartu ini hanya bisa diambil setelah mendapat email dari pihak students hub. Sedangkan untuk kantor pos, ada banyak pengalaman berbeda. Untuk saya sendiri, pengambilan di Islington memakan waktu antri yang sangat lama....puih datang dari stasiun jam 11 dan baru dapat setengah 3..gila, kantor pos sudah terlihat seperti antri sembako gratis, padahal proses yang dibutuhkan tidak sampai 15 menit. Ada banyak sekali wajah Asia, terutama Cina, dan mahasiswa dari negara-negara lainnya. Setelah BRP ditangan, baru bisa lanjut ke tahapan berikutnya.

Students ID

ID atau yang kita kenal sebagai kartu mahasiswa hanya bisa diambil setelah mendapat BRP karena ada istilahnya "Right to Check" dimana mahasiswa internasional harus menunjukkan paspor, visa dan BRP untuk bisa mencetak students ID. Kabar-kabarnya benda ini sangat penting dan bisa digesek kayak ATM..hehe, terutama untuk urusan ngeprint dan lain-lain di kampus. Who knows? Antrinya juga mengular, bahkan untuk international students yang sudah disediakan tenda khusus dan pegawai yang puluhan jumlahnya masih memakan waktu hampir dua jam. 


Letter of Registration

Surat keterangan mahasiswa ini sangat berguna untuk membuka rekening bank...see betapa satu dokumen terkait dengan yang lain, jika satu lengah diselesaikan akan berdampak pada terlambatnya akun bank yang artinya tidak makan bulan berikutnya *sigh. Proses pembuatan surat ini juga mudah dengan hanya menunjukkan students ID dan alamat rumah dan bank yang dituju, maka tring langsung diprint dan distempel. 

Bank Account
Untuk membuka akun bank beberapa langkah yang diperlukan adalah: isi form online, buat appointment untuk cabang bank tertentu dan membawa BRP, paspor, dan letter of Registration ke bank yang diinginkan. Ah ya, yang tidak kalah pentingnya adalah mempunyai nomor lokal karena diwajibkan mengisi form untuk kepentingan bank. Prosesnya juga sebentar dan alhamdulillah saya memilih cabang yang cukup jauh dari kampus sehingga antrinya sangat sedikit meski harus berjalan tertatih dan pulang menyeret kaki. Setelah ditanya ini itu tentang isian form, mereka akan membuat kopi dokumen lalu saya diminta menunggu 3 sampai 5 hari kemudian. Kartu akan dikirimkan via pos dan informasinya via email.


Sedikit tentang kartu di UK, khususnya Birmi. Ada sejumlah provider yang populer, Vodafone (kartu XL saya langsung berubah jadi ini sesampai disini), O2, Giffgaff, dan lain-lain. Berhubung teman serumah saya punya kartu berlebih dan gratisan, saya langsung memasukkan kartu ke hp dan jeng jeng, tidak langsung aktif. Aktivasinya memerlukan pulsa yang harus di top-up di toko atau menggunakan debit card. Kartu yang saya gunakan memiliki bermacam paket yang tentu saja kalau dirupiahkan jadi mahal super duper untuk setiap giga nya. Setelah di isi baru di aktivasi secara online dan nomornya dikirmkan via email. Oh ya, fyi, nomor tidak langsung ada di SIM card, tetapi ditentukan oleh provider via online. 

Tuesday, September 20, 2016

Birmingham: I am coming

Fly to Birmingham

Setelah penantian yang tak kunjung berakhir, visa UK datang juga ditanggal yang udah mepet dengan rencana keberangkatan. Alhasil, rencana berangkat lebih awal jadi batal dan diundur hingga tanggal 17 September. Pilah pilih maskapai berujung pada Emirates Airlines dengan asumsi akan mampir ke bandara tersibuk dan lagi in nya yakni Dubai, hehe sebenarnya berharap bisa melirik El Burj atau tower-tower setinggi lainnya. Penerbangan ini memakan waktu kurang lebih 18 hours dari jakarta, belum termasuk nunggu selama transit. Kalau biasanya penerbangan domestik terbiasa dan ehm membudaya dengan "delay" nya, maskapai yang saya pilih ini cukup teliti soal waktu. Terjadwal 17.55, dari 45 menit sebelumnya kita udah mulai diatur masuk pesawat berdasarkan zona tempat duduk, terkecuali bagi first class dan business class yang jelas-jelas dapat posisi aman dan terdepan. Eh iya, pas baca peraturannya, telat masuk ruang tunggu 20 menit sebelum terbang itu udah ditinggal pesawat, gila euy lumayan juga kalau belasan juta angus gegara teledor waktu.

On Flight

Over all perjalanan kemaren itu "exhausted", ya iyalah secara duduk berjam-jam, tidur dengan leher ngikutin bentuk kursi itu sungguh menyiksa. Ditambah lagi beberapa hari sebelum keberangkatan malah sibuk ngurus ini itu dan jalan sana sini hingga energi yang tersisa rasanya makin tipis. Berasa banget badan kayak dilempar, ditinju sama ngilu-ngilu masuk angin. Dingin? I say NO. Pertama, emang setting AC nya diatas rata-rata, kedua jaket tebal sempurna menyisihkan selimut yang tersedia. Well, untuk menghibur diri sebenarnya lumayan karena disajikan tontonan yang lumayan update walaupun sebagian besar udah pernah ditonton. Penerbangan Jakarta-Dubai cuma berhasil nonton Filosofi Kopi yang ga sempat ditonton di IndonesiA. Itu doang,sisanya kalap tidur sambil dengar lagu-lagunya Rihanna, hoho bahkan R n B nggak sanggup mengalahkan rayuan mata untuk terlelap. Penerbangan kedua lumayan melek dengan nonton Infinite sama Me Before You yang masuk list most recent movies katanya, terus tertidur lagi dengan diiringi lagu-lagunya Charlie Puth...one called away..nananana

Foods

Makanannya dari skala 1-10, 8 deh. Pasmau terbang dikasih brosur menu yang isisnya makanan apa saja yang akan disajikan. Yang bikin super lega itu ya dibawahnya ada tulisan "semua makanan yang disajikan halal...bla bla bla", so nggak khawatir. Sekarang tinggal pilih main course nya yang ada dua pilihan. Pas dinner, pilihan jatuh pada fish...Fillet ikan dori sama ada nasinya yang membuat jatuh hati. Soalnya yang chicken itu pakai kentang which means kurang kenyang, nah loh masih aja. terus pas transit, ada meal voucher yang bisa ditukar sama makanan di outlet yang ada di list. Awalnya minat ke resto Thailand yang seafood dan segala macamnya dengan harapan ada nasi dan bumbunya berasa, tapi berhubung mata belum bisa diajak kompromi, secara sampai Dubai jam setengah 2 pagi waktu setempat, akhirnya pilihan jatuh ke resto Italia yang deket untuk nyeret kaki. Dan jeng jeng ada pizza, dengan semangat langsung order pizza pepperoni dan ternyata ukurannya jumbo...hmmmm pas liat penampakannya okelah, namun pas gigitan pertama udah ilfeel dengan rasa dagingnya yang masih amis banget, prediksiku itu daging lembu atau kambing gitu, so terpaksa dibuang setelah potongan pertama buat mengganjal perut. Di flight berikutnya, brekafast, lumayan dapat ommelet jamur apa gitu, meski sayur ubi tumbuknya berasa aneh. Eh iya, setiap makanan tersebut ada side dishnya, dari mulai appetizer, dessert, sama single bite nya. 

Birmi: ISAS Fellow
Sesampai Birmi yang sangat sesuai dengan jadwal, kami malah tertahan di imigrasi yang antriannya mengular. Most of them bermata sipit, hehe, sempat nyari-nyari orang Indonesia dan cuma ketemu satu orang yang ngobrol nanya ini itu. Antrinya berlangsung sampai sejam hingga jam 9 lebih baru keluar dari bandara dan udah melihat mahasiswa-mahasiswa berbaju biru yang jadi tambatan jiwa untuk menyelamatkan hingga rumah. Mereka dari International Student Advisory Service yang bertugas membantu mahasiswa baru untuk mengenal kampus. Diawal sempat takut mereka malah tidak ditempat padajam yang ditentukan, service ini hanya bisa digunakan dengan order via online terlebih dahulu, ternyata mereka sangat helpful dan baik hati, hehe koper yang berat nggak ketulungan aja diangkatin sama mas-mas bermuka Harry Potter semua..*blussed. Collecting point bus yang membawa international students ada tiga yakni The Vale, Jarrat Hall dan satu lagi kurang tahu karena turun di yang kedua. Berhubung alamat rumah agak jauh, salah satu Harry Potter mengorder taksi via phone dan ngajakin ngobrol selagi nunggu. Hmm tak lama muncullah sopir taksi yangbaik sekali karena menerima pecahan 50 pounds untuk bayar 4.5 pounds saja, gila banget. Finally, jam 12 waktu Birmi saya sampai ke rumah dengan selamat, bahagia tetapi lelah plus ngantuk.

Saturday, July 16, 2016

Online Taxi Vs Taksi Konvensional

Holllllla lama sekali tidak mengunjungi laman ini, padahal tahun ini ada banyak kejadian luar biasa yang ingim di keep dan ditulis, cuma bepergian sana sini membuat saya kian malas yang namanya bersentuhan dengan alat tulis termasuk ketik mengetik.

Beberapa perjalanan ke kota besar akhir-akhir ini membuat saya sampai pada kesimpulan yang entahlah mungkin sangat personal. Ngomongin soal kedua kelompok besar jenis moda transport, ada beberapa hal yang ingin saya garis bawahi.

Taksi Konvensional

Berwarna merah, kuning, hijau dan biru merupakan taksi yang sudah lama hadir diantara masyarakat. Taksi ini menggunakan argometer sebagai patokan harga yang harus dibayar, meski pada kenyataannya banyak oknum yang meminta tambahan lebih dengan beragam alasan, sekaliber taksi bermerk pun melakukan ini. Saya sudah lebih tiga kali menghadapi persoalan yang sama baik iti di Jakarta, Bandung atau kota besar lainnya yang mengatasnamakan sejenis charge ini itu atau tujuan terlalu jauh or whatever. Meski katanya taksi jenis ini lebih aman karena memiliki kantor dan perusahaan yang jelas terutama ketika memesan lewat kantor resmi. Tapi sayangnya saya juga pernah ketinggalan satu tas dan tidak kembali hingga the last minute, padahal hotel tempat tinggal saya jelas bisa diingat dengan baik oleh si supir taksi. Ada lagi ojek untuk pengendara sepeda motor. Saya belum pernah mencoba moda ini di kora besar, kredibilitasnya belum masuk ke dalam hati dan pertimbangan saya.

Online Taxi

Tentu semua sudah tahu jika sekarang sedang marak aplikasi yang bisa menghadirkan motor ataupun mobil untuk mengantarkan ke tempat tujuan. Caranya sangat mudah dan praktis, sedikit mahal karena bergantung pada paket internet. Tinggal download aplikasi pada play store, isi dara, lalu siap memesan motor atau mobil untuk menemani perjalanan ke tempat tujuan. Motor saya pilih saat perjalanan memerlukan ketepatan wakyu sedangkan kota tersebut terkenal macet parah, plus jika saya tidak membawa barang-barang berlebihan ala emak-emak rempong. Meski jaraknya cukup jauh menurut saya motor merupakan pilihan tepat untuk mengejar aktivitas bertenggat waktu, pilihan jalan tikus memudahkan untuk sampat ke tempat tujuan. Pilihan jatuh ke mobil saat barang yang dibawa membuat mati rasa. Syarat lainnya ialah cuaca panas atau malah hujan yang akan membuat basah kuyup. Sedikit lebuh mahal namun aplikasi online memungkinkan untuk memgatur budget dari awal, jika memang tidak cocok, jangan diambil.

Kesimpulan umum penemuan baru ini membuat hidup jadi lebih mudah, praktis dan ekonomis. Saya kadung jatuh cinta dengan jenis transportasi publik ini, selain kemudahan yang didapat, fasilitas nomor dan nama sopir yang tersimpan di aplikasi akan membantu sekali saat ketinggalan barang yang tidak diinginkan.

*bandara, menunggu pesawat tak kunjung datang, sekaligus memikirkan satu kurnia Tuhan yang terlalaikan.

Tuesday, February 23, 2016

A Walking Home

Recently we shared our dreams about staying in a walking home. Literally, it means walking but we can feel as comfortable as stay in cozy room. It's been our dream to feel comfy everywhere we live in, as long as we are together, all the troublesome wouldn't matter. It won't be called life if it's too flat. Life is about going up and down, and up and down, again, to struggle what we want, what we dream.

Looking back at dream make me anxious recently. I can't simply say I have nothing, a lot if I may list, but I try to enjoy every single breath I take. Having dreams are somehow demanding. They have to be fought of till caught up. I sometimes too focus on them and forget the laughter I've got everyday.

I'd rather to say let's live this life the way it can be. Not too fast, although speed is a must, not too slow. I do hope all those expectations screwing up in my mind won't let me lose sense of loving what I have had already. Still think about our walking home, love? Don't bother. We do have a lot.

Tuesday, January 26, 2016

Dinner Bersama Keluarga Amerika

Sabtu lalu sempat bingung cz mendapat undangan makan malam dari seorang kolega dari Amerika Serikat. Bingungnya kompleks, yang pertama ini baru pertama kalinya jadi ga tahu mesti bawa apa, pakai baju apa. Trus yang kedua, kan keluarga Amerikanya disini, bukan sebaliknya. Hhmm, padahal sebenarnya teman saya ini sangat santai orangnya, hanya saja saya tidak ingin meninggalkan kesan tidak sopan. Jadilah saya browse sana sini. Yang hasilnya:
1.Kita mesti bawa sesuatu sebagai hadiah bagi tuan rumah. Hasil pencarian tertinggi menunjukkan wine yang te o pe, sebagai gift. Hoho bentuknya saja saya tidak tahu. Juga setahu saya, teman saya ini tidak minum alkohol. Sempat kepikiran apa saya mesti bawa anggur mentahnya aja yah. Parah...

2. Buah, selai, syrup, anything yang bisa dimasukin sebagai bagian penutup makan malam bersama. Hmm, buah sebenarnya bisa jadi pilihan, cuma saya rada bingung wrappingnya mesti gimana, rasanya aneh kalau mesti bawa kantong plastik.

3. Hadiah untuk anak2 si empunya rumah..oalah saya blmakin bingung harus beli apa. Siapa yang ngerti selera anak2 dari luar sana dengan mainan.

4. Kreasi sendiri.. finally ini yang saya bawa setelah mikir panjang kali lebar sepanjang siang yang panas.

Trus kostum, trus bahan pembicaraan, dst dst. Ini sebenarnya mau dinner dengan pejabat atau gimana si. Wong teman saya saja bilangnya nyantai aja. Saya aja ini yang selalu ga suka kalau ga siap dalam beberapa situasi tanpa antisipasi.

Setelah memilih sejumlah penganan khas daerah, saya membeli tas cantik sebagai pembungkus. Hhhh serasa sedikit siap, tinggal meyakinkan suami dan memilih kostum.

Jam 6 kurang 10 kita masih tergopoh-gopoh dengan baju dan jilbab dan bayi yang pengen ikutan dan sholat dan kehebohan lainnya. Padahal udah saling mengingatkan untuk on time, secara yang didatengin adalah orang asing yang tepat waktu. Lima menit kita udah nangkring diatas motor, sambil buru-buru, sambil grogi ga jelas, sambil menerka kira-kita nanti mau ngomongin apaan.

Tepat 6.30.
Kita udah berada di depan rumah tuan rumah, say hi, ngasih gift, terus masuk. Sempat melongok kesana kemari, hehe tuan rumah juga nunjukin semua wilayah jadi ga harus intip-intip. Pas ngobrol ditanyain suami pakai bahasa inggris, yang ditanya akhirnya mesem-mesem mengiyakan.

Jadilah suami ngobrol dengan teman saya, saya bantuin...ehm bantu liat istrinya yang menyiapkan dinner kita. And the menu was so italian, mixed American kali yak. Spagethi dengan saus tomat, terus ada bread apa namanya. Ditunjukin bumbunya satu satu, cara bikinnya, yang ujungnya saya bilang boleh ga kalau saya dimasakin aja, dasar malas.

Dinner is ready, kita makan di dating room nya mereka, anak-anak yang cute pada makan terpisah. Mereka benar-benar unyu. Meski diawal sempat serem soal table manner dll, akhirnya kita malah asyik ngobrol sampai jam 9..gubrak ingat anak pak, bu. Itupun udah maksa pulang ditengah obrolan yang lagi seru..hoho mereka bilang kita harua dinner bareng lagi setelag ini, wuaaaaaah. What about pizza?

Dinner di keluarga Amerika keturunan Italia itu sesuatu yah... can't wait for another moment ^^

Friday, January 1, 2016

Pulang: Sebuah pengingat di awal tahun


Awal tahun yang basah terguyur hujan, deras kemudian diikuti rinai sepanjang hari. Pulang adalah sebuah novel yang sebulan terakhir tergeletak bersama dengan setumpuk buku lainnya, masih terbungkus plastik dan berlabel harga. Tampak tidak dipedulikan. Sebenarnya mereka memang masuk ke dalam mission impossible yang harus diselesaikan semasa liburan. Hmm, selain sulit merubah arah otak dan hati dari aktifitas day to night yang seabrek, membaca memerlukan kekuatan supernatural...ooops, superb I means.

Kembali ke novel diatas. I told you, I always love Tere Liye, still. Ini novel ke entahlah, tak terhitung lagi, lebih tepatnya lupa, karena setiap novel keluar langsung jadi incaran, terkecuali edisi terlalu menggunakan imaginasi tinggi like bumi or bulan dan sejenisnya. I am not in.

Pulang, dua tiga bab pertama membuat saya mikir panjang, ini serius??? Jalan ceritanya sungguh berbeda. Oh ayolah, sejumlah novel pendahulu juga membuat saya berpikir, but it's totally different.

Shadow economy? What kind of phrase in world is it? Pelan-pelan saya membaca bagian penjelasan ini, tertarik, berminat, penasaran. Karena ingin tahu ini ceritanya orisinal atau mengambil jalan cerita yang sama dengan novel lain (well, Tere Liye pernah melakukan itu dengan mengambil cerita The Story Of My Life nya Hellen Keller, but I don't like it), saya browse sana sini, baca review di newsletter langganan, ah I miss another two previous books, dua buku yang berjudul negeri... yang saya memang sengaja skip karena malas, terkesan berat, politik, just don't like it. Nah ternyata cerita sejenis ini menghadirkan sensasi kembaca tersendiri.

Awalnya sedikit mirip dengan Bidadari... berlatar negeri yang sama, saya mulai meraba mungkin ceritanya akan kesana, tentang pengabdian, tentang keluarga, tapi ini berbeda, definitely. Meski dimulai dengan pertarungan dengan Babi hutan, jalan ceritanya out of my expectation. Lembar-lembar yang tak bisa saya hentikan untuk membacanya, kisah sebuah dinasti penguasa ekonomi di dunia yang tak pernah terpikirkan. Ah, sambil membaca, saya sambil teringat beberapa film Cina soal mafia, soal bisnis dunia hitam dan sejenisnya, atau film Korea, atau Makau, tapi di Indonesia rasanya tak terbayangkan. Ada juga rupanya yah? Gosh, I am so blind about this thing.

Sosok Bujang hadir sebagai tokoh utama, pemberani, setia, cerdas, dan ahli di berbagai bidang. Di sini saya agak merasa ragu, ada ya seseorang yang bisa menguasai begitu banyak hal, bicara bahasa yang berbeda, menembak, bertarung, berpedang, mengemudikan pesawat, bernegosiasi, bahkan Tony Stark pun tak sebegitunya. Lantas pikiran saya melayang pada agen Ethan di Mission Impossible, he can do everything, he is the best on his jobs. Tapi beberapa kejadian di bab berikutnya membuat tokoh utama terlihat manusiawi. Tokoh lainnya dipenuhi oleh Tauke besar/ muda, Frans, White, Yuki and Kiko, dan lain-lain. Yang menarik bagi saya tetap Bujang, meski awalnya sempat naksir dengan Bashir.

Jalan ceritanya maju mundur teratur, setiap bab yang mengulas masa lalu akan membawa ke cerita masa kini yang terkait, jadi pembaca pemula tidak akan sepusing membaca Rembulan... Ending cerita membawa saya pada kalimat-kalimat khas Tere Liye yang mengajak pada proses merenung mendalam soal kehidupan, melepaskan, penerimaan. Meski bab Samurai Sejati mengembalikan ingatan saya pada The Last Samurai. Saya jadi tertawa sendiri, ini baca satu novel tapi berbagai cerita baik itu film maupun novel campur aduk di kepala. Sederhananya, saya masih ingat semua potongan cerita yang pernah saya temukan. Fair enough...

Settingnya juga bikin berdecak-decak, wow pedalaman bukit Barisan, Jakarta, Hongkong, Manila, Makau... benar-benar seperti menonton adegan kejar-kejaran ala mafia tingkat tinggi. Saya mikir lagi, ini risetnya seberapa lama yak? Bisa ya nulis buku kayak begini nadanya? Bagi saya yang ehm tak mengerti Ekonomi, ini seperti belajar hal baru yang menarik dan menantang..hoho..

Hmm, itulah kilasan tentang novel Pulang di sela-sela aktivitas liburan fully mommy di awal tahun ini. Semoga selalu membawa jalan pulang pada jiwa yang kadang ingin mencoba dan menyasar tempat yang salam. Welcome 2016 😊