Allah Maha Baik

Friday, November 18, 2016

Watching A Classical Concert

A concert? Hmm, never thought about buying a ticket or watching it at all. The reason is simple, the price is always unreasonable and the place will be so far from my home sweet home. But, here, in this city, those events are all possible. The prices of tickets are expensive but being a student means something else. There are many discounted events or branded shopping labels available. Just show your students ID then enjoy all those items.

Then, I was there, sitting in a row with many British people who love classic. Most of them really dressed properly, gown and high heels with beautiful hairstyles. I smiled, then looked my simple appearance, too casual since I just went back from classroom then baking class. My coat still smelled chocolate a little bit. Hmm...

Before entering the concert hall, I stood in line for printing my ticket. I booked my ticket online and printed it on the spot. I could choose to print it by myself but I had no time going to the library for printing. After getting mine, I observed carefully people around me. Some of them talked to each other, some drank champagne on the corner, some queued for a cup of coffee. Then, going to the hall, you have to show your ticket and those uniform ladies will check yours and let you in. I sat in G9 which was quite close to the stage. But still my short height made me in disadvantageous, I had to stand on my tiptoes sometime. I could not take a picture, not even dare to because everyone was so quiet and deeply absorbed in the situation. I guess this was the normal atmosphere of watching a classic concert, people wanted you to be silent and focus. I can't be a nuisance by flashing my camera here and there in order to record that moment. 

At 7.30 sharp, the twelve young guys and ladies came out to the middle of the stage. They bowed and started their beautiful rhythm. Honestly, I was not engaged very well with this kind of songs although I stood for it when talking about how music can improve concentration in learning or help the baby growth. So, the music started then, took my heart away. Sometimes I followed their tune by stamping my feet. Sometimes I almost fell asleep when the tune became slow and sad. Then an hour had passed, everybody gave a long applause, clapping their hand continuously for their gorgeous performance. Maybe, I will see another concert other time.

And now I am listening some Mozart which is really not me. Hhhhh

Thursday, November 10, 2016

Winter is Coming

Setelah dedaunan berubah warna kuning, merah, biru dan lain-lain yang jarang ada di Indonesia beberapa minggu lalu, sekarang suasana berubah mencekam. Dedaunan mulai satu per satu meninggalkan cabang-cabang pohon, sejumlah pohon malah tak berdaun sama sekali. Masih musim gugur katanya, tapi dinginnya dua hari ini tak tertahan. Siang kemarin suhu mulai masuk 0 derajat hingga duduk di kelas saja rasanya tak tahan. 

Winter is coming, I think it's already here. Meski officially baru mulai bulan depan, bukannya semua tanda-tandanya sudah lebih dari cukup. Beberapa teman yang keluar pagi sudah menemukan salju mencair, di kota lain bahkan saljunya sudah mulai banyak muncul. Jika ingin jujur, saya suka udara sejuk cenderung dingin daripada panas all the time. Hanya dingin yang ini beda, menggigit sekaligus mencekam. Keluar rumah dengan baju tiga lapis saja masih menembus kulit. Hari ini saya tambahkan satu sweater dan lumayan bekerja. Setidaknya bisa sampai rumah dengan selamat tanpa harus mengalami hidung berdarah. Yup, beberapa kali setiap bangun selalu mendapati hidung mengeluarkan darah saking dinginnya. Sekarang rumah sudah mulai dinyalakan heater hingga sudah aman untuk dikunjungi, namun sepanjang jalan menuju gedung kuliah atau perpustakaan itu sungguh menyiksa. Baju tiga empat lapis, sarung tangan, syal seolah tak mampu menahan terpaan angin yang serasa menampar muka, telinga, seluruh badan.

Suasananya juga langsung berubah. Jika kemarin masih tersisa hari dengan matahari sesekali, minggu ini sepertinya matahari sudah beranjak pergi, tak pernah muncul lagi. Hari berlalu sangat cepat tapi malam terasa sangat panjang. Jika subuh dimulai jam 6 lewat, magrib sudah muncul di jam 4. Atmosfir makin menyebalkan di kampus karena semua mata kuliah sudah mulai mengirim pemberitahuan tugas di website, beserta kriterianya, dan tanggal pengumpulan. Hidup rasanya sesak ini, diterpa angin dingin dan juga diburu deadline.

Oh, winter, why should you alter all those cheerful days?

Saturday, November 5, 2016

Serumit Scarlet Heart

Ditengah kesibukan membaca buku, jurnal, artikel poster, surat dan iklan semua berbahasa Inggris, lewat dimana-mana orang pada ngomong Bahasa Inggris, nonton drama korea tetap jadi penyejuk jiwa..hehe parah. Dengan kekuatan internet super duper, ditambah mumetnya kepala atau tugas yang bertubi-tubi, menghadiahi diri dengan satu dua episode drama korea itu rasanya menyenangkan ;)

Scarlet Heart

Satu drama yang baru saja berakhir di Korea sana judulnya Scarlet Heart alias hati yang merah membara, terang benderang, entahlah pokoknya merah. Ini maksudnya menggambarkan scene nya yang banyak perang berdarah-darahnya atau patah hati bertubi-tubi atau bajunya yang warna merah. Film nya berlatar sejarah, seperti kebanyakan cerita Korea yang mengambil masa berjayanya Goreyo.  Yang beda kalau biasanya film nya seputar rebutan kekuasaan antara dua rezim, ini antara banyak pangeran, ada tujuh apa ya, pangeran yang awalnya berteman, belajar, bermain sama-sama tapi berakhir dengan saling membunuh demi duduk di singgasana. Tragis. 

Kisah cintanya juga sangat tragis. Pada awalnya saya pikir akan berujung happy end begitu, selayaknya kebanyakan film juga (exclude drama-drama yang pemerannya penyakitan lalu meninggal di akhir). Cerita cinta awalnya antara Hae Soo sama Wook, lalu berubah arah ke Hae Soo dan Kwang Soo. Oh ya baru kali ini saya mendukung first lead male, biasanya selera saya selalu jatuh ke second lead male, tak tahu kenapa, mungkin karena mereka selalu digambarkan lebih penyanyang, lebih perhatian tapi bernasib kurang beruntung ditinggal wanita ke the first one. Kali ini saya sari awal sudah mendukung hubungan kedua dari awal. Lee Joon Gi nya seperti biasa cool, manly, agak sadis, tapi cuma punya satu straight love ke Hae Soo. Hae Soo diperankan sama IU, yang tetap unyu-unyu, tapi cukup cerdas dan lincah, lumayan. 

Pelajaran yang sempat saya pikirkan sekilas dan ingin saya tuliskan sekarang ialah betapa hidup tidak selalu seindah dan semudah yang kita duga dan inginkan. Betapa beberapa kali kedua pemeran berencana banyak hal untuk bahagia bersama, yakni dengan meninggalkan istana, membunuh, hingga akhirnya mengambil alih tampuk istana dengan menjadi raja, rencana mereka malah gagal total. Mereka sama sekali tidak bersama apalagi bahagia selamanya sampai akhir masa, endingnya terasa di gantung tapi mungkin lebih baik daripada versi aslinya. Ah ya film ini adaptasi dari drama Cina berjudul Bu Bu Jing apa ya? 

Kadang rasanya mudah sekali merencanakan sesuatu dan bersemangat untuk meraih apa yang sudah ditanamkan didalam kepala, tapi setelah dijalani keadaan tidak selalu harus berakhir baik. Dalam banyak hal, berada di kondisi yang tidak diinginkan pasti datang. Meski ada juga yang bisa dirayakan, tidak selalu dalam waktu dekat, bisa sebulan, setahun atau bertahun-tahun apa yang dicita-citakan bisa diraih. Lalu setelah diraih, masih ada lagi rencana, berjuang lagi. Siklus hidup jika dipikirkan akan terus berputar seperti itu mau punya tujuan ataupun tidak, hingga suatu waktu rambut ternyata makin banyak yang putih, keriput mulai menghampiri wajah. Tetap saja, serumit apapun, hidup harus terus dijalani, bonus jika bisa dijalani dengan semangat setiap saat.