Allah Maha Baik

Thursday, May 30, 2013

Bahagia

Meski tahu film drama itu ya pasti drama sekali, alay bin berlebihan di beberapa bagian, saya tetap aja suka :D. Dengan berlandaskan pada prinsip pemilihan film (ehm) yang berkualitas, drama yang saya tonton tentu saja yang keren.

Semalam adalah episode terakhir ternyata dari Queen of Reversal, ah sempat sedih juga karena tidak ada yang bisa dinantikan bila malam nan sepi tiba. At the end, beliau yang jadi Queen dari film ini menyimpulkan sesuatu yang sederhana, mungkin sudah banyak yang tahu. Namun, saya tetap suka, mengangguk seksama dan ingin segera mengaplikasikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Kata Hwang Tae Hee, menjadi bahagia itu tidaklah sulit. Hanya melakukan beberapa hal yang sebenarnya sudah kita lakukan hanya kurang penghayatan yakni bekerja dengan sungguh-sungguh atau dalam versi saya selalu memberikan yang terbaik dalam setiap peran, salah satunya pekerjaan. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah menghabiskan waktu bersama dengan orang-orang terdekat. Yang bagian kedua sering dilupakan, karena merasa sudah sering ketemu, jadi dianggap biasa, kadang malah kita (saya) lebih fokus pada orang yang sedang chat di dunia antah berantah dan memikirkan sesuatu yang lain selain orang terdekat yang ada dihadapan saya..weh. 

Satu lagi, yang ini versi dia nya mencinta dan dicintai, hehe saya tak terlalu paham bagian ini jika konteksnya sempit. Tapi, dalam definisi yang lebih luas bukankah mencintai siapapun apalagi dibalas dicintai itu sangat menggembirakan. Saling memanusiakan menurut saya, itu istilah pasnya.

Hari ini menyenangkan, sebenarnya hampir setiap hari menyenangkan buat saya. Pengalaman dulunya selalu merasa tidak senang, sepi, juga saat berada di suatu tempat, saya akan memikirkan tempat lain, tapi akhir-akhir ini saya menikmati berada dalam kekinian, hehe setelah melalui pemikiran mendalam serta keputusan bulat barulah awalnya merasa terpaksa, tapi sekarang tidak juga.

Setelah pulang dari melayat ke rumah kepala sekolah yang salah satu ortunya meninggal, kami memutuskan makan siang di Pantai Serdang. Ah ya, pantai lagi tentu saja. Belitung memang tak habis-habisnya menyajikan pemandangan gratis nan rupawan yang tak bisa ditolak. Ah ya, dulu sempat juga berkeluh kesah sendiri karena tinggal saya yang belum menikah, saya kesulitan berbaur dengan ibu-ibu dan bapak-bapak rekn kerja saya. Sekarang semuanya lebih baik, tidak ada salahnya menjadi muda dan single :).

Jika jalan, hampir selalu ditemani dengan makan. Makanan favorit keluarga besar sekolah ini adalah apa saja yang penting enak :D. Ditemani birunya laut dan lembutnya belaian angin, kami makan siang dengen sea food sebagai menu pilihan (as always).




 Bahagia itu sederhana. Tidak perlu menunggu orang lain datang ke kehidupanmu lantas baru memutuskan bahagia. Tidak harus menunggu seseorang menggilaimu dan tak mampu melepaskanmu lalu mengajakmu hidup bersama lalu baru bisa bahagia. Nikmati saja apa yang ada saat ini. Cheer up :)

Wednesday, May 29, 2013

Implisit

Dunia ini menyajikan berjuta pelajaran yang menurut saya sebagian besar berupa materi implisit, tidak serta merta mudah dimengerti, tampak seperti ditutupi. Yah, tidak semua makna bisa diterjemahkan dengan mudah, butuh interaksi yang dalam, komtemplasi yang tidak keruan hitungannya hingga sampai pada titik kesimpulan. Itu juga belum tentu bisa langsung mengarahkan pada jawaban yang benar. Ibarat hidup terdiri dari pertanyaan-pertanyaan esai yang bisa diisi dengan apapun. Tidak ada jawaban pasti, namun dari sana manusia tetaplah semestinya belajar banyak.

Entah selama ini saya hidup di lubang mana hingga rasanya baru ditampar telak oleh kenyataan bahwa tidak ada yang bisa memastikan apa yang akan terjadi pada siapapun termasuk saya sendiri. Kadang ego menuntun pada kesimpulan sok pasti akan apa yang terjadi kemudian, meski tentu saja tidak ada yang salah dengan berencana dan menetapkan target. 

Menulis makalah yang baik tentang penerimaan kehidupan tidak membuat saya langsung bisa mengaplikasikan penerimaan itu sendiri. Jika mengatakan sesuatu itu mudah, maka melakukan dan menjalani apapun itu takkan pernah semudah mengeluarkannya dalam bentuk kata atau kalimat bijak. Implisit, lagi saya menyimpulkan demikian, sedikit sekali yang benar-benar saya tahu dari sajian dan perlakuan serta makna dibalik semua kejadian yang menimpa saya. 

*terus belajar menerima kenyataan yang tidak diinginkan.

Saturday, May 25, 2013

Galau itu Bernama "Sendiri"

“Tahajud, nia. Bersyukur atas rahmat yang dilimpahkan Allah padamu hingga usia 35 tahun ini. Doa ibu selalu bersamamu.”
Sebuah sms membangunkan tidurku tepat pukul tiga pagi. Untuk kesekian kalinya aku tak bisa tersenyum saat ulang tahunku tiba. Bukan, bukan karena minimnya ucapan atau hadiah pada hari ini. Semua lengkap, semua masih sama dan disitulah letak kurangnya. Sejak sepuluh tahun silam, aku deg-degan menyambut hari bertambah tuanya diriku, karena satu keinginan yang tak kunjung tiba.
Aku tak tahu, kurasa ketidaknyamanan yang melandaku, kian bertambah kian hari, disebabkan oleh kurangnya diri ini bersyukur. Manusia cenderung menghitung dan mengingat apa yang belum didapat dan mengabaikan pencapaian apapun yang telah dianugerahkan Tuhan. Begitupun aku. Kurasa aku cukup mapan dalam memahami teori ini, namun sejak sepuluh tahun silam, sejak lamaran yang dinanti-nanti tak kunjung datang, aku tanpa sengaja dan akhirnya mendoktrin diri dengan kurangnya satu poin ini dalam kehidupanku.
Tania Florensia. Tak ada yang tak mengenalku saat kuliah hingga bekerja. Aku tak hanya menyelesaikan pendidikan akademikku dengan gemilang tapi juga membuktikan diri dengan karir yang kucapai. Dari segi fisik, tak ada yang menilaiku buruk. Aku dikenal aktif beragam organisasi, terlibat ini itu. Keluargaku sempurna, dilipahi kasih sayang juga kecukupan materi. Aku juga punya banyak sahabat, tak hanya di dunia nyata, tapi juga yang jaraknya ribuan mil di seberang sana. Aku selalu ceria. Bukankah hidup terlalu singkat jika harus diisi dengan menyakiti diri sendiri?
Hingga usiaku 25, aku mulai cemas karena aku sangat membatasi diri bergaul dengan pria. Aku punya banyak teman, tapi hanya berhenti disitu. Pernah salah seorang teman berbicara saat reuni betapa ia menyesal telah menyia-nyiakan masa kuliahnya dengan mendekati banyak wanita dan ingin sepertiku, aku malah menjawab sebaliknya. Mungkin aku harusnya tidak membatasi diri hingga aku bisa menikah tepat pada waktunya sepertimu. Temanku tersenyum kecut.
Sejak itu, aku mulai harap-harap cemas menanti. Bukankah matahari tak pernah ingkar janji? Apalagi penciptanya yang telah berjanji memberikan pasangan pada setiap makhluknya. Aku setia pada janji itu. Aku menunggu, masih sangat berpegang pada prinsip, masih sangat yakin. Tapi hari ini, di usiaku yang setua ini, teman-teman seangkatanku sudah punya anak dua hingga tiga. Gundah, gulana, galau, atau apapun itu datang setiap harinya, tak terbendung. Aku sering menangisi diriku sendiri. Menangisi nikmat yang tak kunjung bisa kuraih karena untuk itu aku tak bisa mengandalkan kekuatan sendiri. Ada banyak pihak yang terlibat, ada yang harus terlibat. Aku tetap berbaik sangka, meski hati ini, hati ini remuk.

Aku yakin tidak ada wanita mungkin juga pria yang menyukai ide menghabiskan hidupnya sendiri meski pada faktanya banyak juga yang berakhir demikian. Tapi aku, aku bukan bagian dari mereka. Aku ingin hidup yang bahagia, meski ada juga yang bilang kebahagiaan tidak melulu soal menikah dan berkeluarga. Aku hanya ingin hidup normal, seperti orang lain pada umumnya.

Saturday, May 18, 2013

Manusia itu Lemah

Manusia dikatakan lemah, memang sudah kodratnya demikian meski ia juga dibekali dengan amunisi untuk menjadikan ia kuat, bukan berarti ia benar-benar kuat. Lihat saja, berapa banyak manusia yang terjerumus dalam banyak kejahatan, apakah itu kejahatan pada dirinya sendiri, menzalimi diri dengan memakai obat atau minum minuman keras sekeras batu yang bisa merusak diri, ataukah membawa dirinya berlarut-larut dalam stres hingga depresi tanpa keinginan bangkit yang nyata. Juga kejahatan yang melibatkan orang lain, apakah itu membunuh (termasuk pembunuhan karakter), mencuri, mempermainkan perasaan dan harapan orang lain, hingga kejahatan besar yang berdampak sistemik pada negara tercinta.

Lihat saja, jika manusia kuat, ia bisa dengan mudah membentengi diri dengan pilihan-pilihan hidup yang membawanya pada jalan yang benar. Jalan tujuan hidup yang sudah diperintahkan yaitu menyembahNya, dengan cara yang beragam, tak peduli pada kondisi apapun. Tapi, lagi, manusia terlampau lemah, lihat saja banyak yang ingin berhenti dari hal buruk yang ia lakukan tapi dengan mudah kembali lagi, terus menerus padahal hati kecilnya berontak, mengutuk pilihannya, mencaci kelalaiannya. Manusia tak pernah bisa bergantung pada dirinya, ia butuh campur tangan yang sempurna untuk bisa terus bertahan memperbaiki diri.

Manusia juga lemah dalam semua hal kurasa. Lihat saja, tak pernah ada manusia yang suka dan tahan hidup sendiri. Kecuali tarzan mungkin, bahkan tarzan tetap mencari teman meski bukan berasal dari jenisnya. Manusia punya kebutuhan tak terelak, tak terbantahkan untuk disayangi, diperlakukan dengan mulia, dan diperhatikan secara kontinu. Ada juga kebutuhan narsisme, anggap saja demikian, terbukti dari laris manisnya jejaring sosial apapun bentuknya, dari negara manapun yang tak pernah sepi penggemar. Karena manusia butuh aktualisasi diri, sangat ingin menarik perhatian meski sebagian menonjolkan diri dengan cara berlebihan, ataupun salah.

Hari ini, aku menyaksikan satu bukti lain betapa manusia sangat jauh dari kuat. Meski badannya sekekar Ade Rai, ia tak pernah bisa sempurna menahan diri dari berbagai bentuk dan warna emosi yang mengelilinginya. Ambil satu, marah. Betapa manusia mudah dikuasai amarah, meski kadang ia menyebutnya itu karena sedang dalam masa kedatangan tamu, tidak mood karena urusan rumah tangga, atau sakit, dan sejenis itu. Tak pernah benar-benar ada yang bisa mengelola dirinya dengan sempurna, sesempurna nabi misalnya.

Aku terdiam melihat kedua rekan kerjaku yang kupikir sangat pendiam dan tidak banyak menarik perhatian, bertengkar sengit pagi ini, dengan alasan sangat sepele. See, seorang berpendidikan pun bisa tiba-tiba berubah menjadi anak kecil berebut mainan saat emosinya naik, meski katanya being a kid is not a crime. Padahal dalam hati, siapa yang mau bertengkar dan mencari masalah dengan orang lain, terlebih lagi dalam lingkup dunia kerja yang setiap hari bertemu, berinteraksi. Tapi lagi, ini menunjukkan tiada kekuatan abadi yang bisa dikendalikan manusia, meski bisa kukatakan rasa sombong juga menyertai setiap manusia bagaimanapun bentuknya.

Manusia punya kecendrungan untuk salah. Dekat saja, ia suka bergunjing, membicarakan urusan pribadi yang jelas-jelas larangannya tentang ini. Bahwa manusia harus menjaga aib, karena ia sendiri pasti tidak suka jika aibnya terbuka dimana-mana. Bukti, Allah saja sangat sayang dengan menutupi semua borok, busuk hati manusia di hadapan manusia lainnya, sadar atau tidak sadar. Belum lagi, sifat congkak dan sombong luar biasa, yang jika berhasil sedikit ingin dibuka, dan jika gagal ia malu. Kesuksesan yang cuma segenggam dianggapnya sebagai tombak untuk menunjukkan diri, dijadikan senjata untuk menjahanamkan hidup orang lain. Tak ada manusia yang sempurna. Semua lemah, karena sejatinya memang demikian. Hanya manusia yang sadar diri dan punya kerendahan hati untuk minta pertolongan yang sebaik-baiknya penolong yang bisa menjaga diri seminimalis mungkin dari kesalahan.

*On the way of another contemplation.

Friday, May 17, 2013

Aku Suka "TERE LIYE"

Aku tak pernah berniat memutuskan hubungan baikku dengan membaca. I have built this habit and I won't easily let it go. Meski selera buku bacaanku menurutku rumit dan tak tertebak. Minggu ini aku bisa saja kembali ke buku-buku pebuh intrik, bermacam kode rahasia, seperti kisah Da Vinci Code atau Juliet, minggu depan aku berbalik kembali dengan buku-buku tebal bersampul indah tentang perjuangan Aisyah, tentang menjadi Istri yang baik, tentang menjalankan hidup dengan benar, lalu aku bisa dengan mudah berbalik hati menuju memoar yang membangun semangatku tetap berada di jalan ini atau novel penggugah hati berisi pesan-pesan isyarat yang tampak biasa tapi jika direnungkan sungguh tak mudah melaksanakannya.

Aku telah lama berkenalan dengan penulis ini, setahun lalu kurasa tapi dengan gayaku yang cuek terhadap penulis baru, atau aku tak ambil peduli. Buku pertama yang kubaca membuatku menangis tersuruk-suruk, belajar tentang pengorbanan seorang Tegar, penerimaannya terhadap sebentuk cinta Rosie dan Nathan, dan beragam pelajaran kekuatan menjalani hidup. Buku Senja Bersama Rosie ini tetap menjadi favoritku dari sederatan buku Tere Liye yang pernah kubaca.

Buku kedua yang kubaca, Hapalan Sholat Delisa, membuatku berpikir betapa anak kecil lebih mudah memaafkan, lebih mudah menerima, ah lagi-lagi tentang penerimaan terhadap takdir yang terjadi, terhadap pilihan tak terelakkan. Betapa anak kecil seringkali mengjarkan kepada kita bagaimana mencintai hidup meski hanya dengan satu kaki, meski tanpa ibu. Aku suka, meski aku cenderung terlalu membandingkan jika sebuah buku telah dijadikan film, kadang membuatku tak fokus.

Buku ketiga, lagi membuatku menangis tersuru-suruk lama di depan meja, hingga tak minat makan, tiba-tiba kenyang. Membaca dan membayangkan selaksa cinta yang dimiliki Laisa untuk keempat adik (tirinya), untuk apapun yang ia persembahkan terhadap hidup, juga untuk mensyukuri setiap jengkal kisah yang dipilihkan hidup untuknya. Tak pernah kutemukan sosok wanita begini berhati putih, teramat putih jauh dari fisiknya yang berbeda yang membuatknya tak mendapatkan kesempatan untuk mendapat pendamping di dunia karena alasan ia terlalu mencolok dan tidak cantik. Tak hanya tokoh Laisa membuatku tergila-gila hingga berpikir lama tentang hidupku sendiri, Dalimunte, dan ketiga adiknya juga memberikan rasa kasih sayang yang jarang dimiliki orang-orang saat ini terhadap saudara mereka. Buku Bidadari-bidadari Surga mendapat tempat dihatiku setelah kisah Tegar dan Rosie.

Tak kalah menariknya aku menemukan Rembulan Tenggelam di Matamu tanpa sengaja, tanpa minat khusus hingga dipertemukan dengan sosok Raihan, Ray. Kisah panjang hidup seorang lelaki tak biasa, yang menentang apapun yang diberikan hidup, yang selalu berontak. Bahwa hidup adalah sebuah sebab-akibat, apapun yang kita lakukan akan berdampak pada hidup orang lain juga berbalik ke hidup kita sendiri. Ray yang memasuki dunia hitam setelah beragam kejadian yang ternyata membuat hidup orang disekitarnya, yang dibncinya, berbalik arah menuju Tuhan. Seorang Ray yang hanya kenal cinta sekali, menerima istrinya yang penuh latar belakang kelabu, mencintai dan mengajaknya ke jenjang komitmen tertinggi dengan tulus namun harus rela menyerahkan istrinya yang penuh totalitas memperbaiki masa lalu kelamnya dengan memberikan hidupnya pada sang suami, yang meninggal dalam kondisi sangat bersahaja. Ray yang mendapat kesempatan mendapat jawaban dari setiap pertanyaan rumit yang ia tanyakan sejak kecil. Ray yang menjalani masa tua bergelimang materi dan impian terwujud namun hatinya kosong. Ah, ceritanya manusia sekali.

Berikutnya satu buku numpang baca alias minjam, Moga Bunda Disayang Allah. Aku sempat tertarik di awal tapi langsung teringat cerita lain yang pernah kubaca. Ternyata buku ini memang mengangkat topik yang sama dari buku yang kubaca, kisah hidup Hellen Keller yang malang tapi wanita hebat itu. Kisah yang mengambil inspirasi dari buku tersebut juga bagus meski aku orang yang tak suka perbandingan seperti ini. Tapi tetap banyak yang bisa dipelajari tentang cinta ibu-anak, tentang pemaafan masa lalu yang sulit, tentang kesabaran menunggu.

Nah, hari ini aku membaca salah bukunya yang lain kali ini, lagi, tentang cinta yang tak biasa, kukatakan padamu tak ada kisah cinta yang biasa, semua punya caranya masing-masing, semua bolehlah dibilang melahirkan perasaan indah meski itu cinta sepihak, cinta tak terucap atau apapun jenis cinta ini. Adalah Borno, pemuda biasa yang menemukan cinta tiba-tiba. Kata Pak Tua, cinta selalu punya caranya sendiri, entah itu namanya takdir, kebetulan, atau apapun itu akan mempertemukan kedua orang yang jatuh cinta meski kadang tampak tak logis, meski sering juga manusia lebih sering tak sabar merancang sendiri cara cintanya bekerja. Kata Pak Tua lagi cinta itu diwujudkan dalam perbuatan, jika masih bertengger pada kata-kata ia belum bisa disebut cinta. Cinta itu sederhana, ingin memuliakan pelakunya jika dijalankan dengan cara yang mulia pula. Pemuda berhati lurus ini sekali menemukan cinta tak dapat memalingkan hati meski berkali-kali ditinggalkan, diabaikan tanpa penjelasan. Dulu aku sempat berpikir bahwa laki-laki itu begitu, pun wanita juga. Ternyata aku salah, cinta model apik begini hanya ada di novel, film drama Korea, juga film India. Cinta sekarang, atau mungkin sebut saja pelaku cinta sekarang lebih realistis. Kupikir endingnya akan sedih, sesedih Rome Juliet, lagi-lagi karena di halaman-halaman akhir sang perempuan si Sendu Menawan sakit parah ternyata tidak, kurasa penulis tidak sesadis itu. 

Aku suka penulis ini, setidaknya saat ini, banyak yang bilang tulisan-tulisannya sederhana dan ya sangat sederhana sebenarnya, tapi dari kesederhanaan itulah terselip ketulusan pesan yang ingin disampaikan. Akan berburu novel-novel beliau ini saat keberanian untuk melanjutkan perjalanan menapaki bumi Allah ini kembali. 


Lorong Gelap

My mind somewhat wants to explode since I have rarely shared my idea nor simply daily stories. I'd love to share honestly just can't find an appropriate place to be the bin :)

Ingin mulai dari yang paling baru, ada banyak, tapi mari mulai dengan ini. Aku merasa sangat sering akhir-akhir memasuki lorong labirin gelap tak kumengerti, kupikir itu menuju kematian. Tapi, siapa aku berani mengatakan rahasia diatas rahasia Tuhan yang tak pernah bisa disingkap tabirnya.

Setelah beberapa kali berhadapan dengan malaikat maut dalam tahun ini, kurasa Allah masih cukup baik memberi kesempatan untukku bertebarana di muka bumiNya yang elok nan rupawan ini menebar kebaikan harusnya, meski tak bisa dengan mudah kulakukan saat aku mulai memasuki ruang nyaman egoisme berbau aku. Semalam Tuhan kembali menegurku melalui rasa sakit, mungkin karena tak ada efek jera dalam diriku atau karena perkembangan kepribadianku yang terlalu pelan hingga lagi aku dihadapkan pada rasa sakit luar biasa. Setelah muka, tangan, seluruh badan, aku diuji dengan kehadiran teman lama sebenarnya. Aku punya riwayat sakit ini, yang jika dituliskan dalam biodata pencari beasiswa tidak berdampak apa-apa karena ini hanya sakit ringan (katanya) meski yang kurasakan berbeda. Tidak jauh berbeda terjdai persis seperti aku SMA, entah kelas berapa. Tiba-tiba setelah rasa capek yang tak henti-hentinya mendekat meski aku beristirahat double hingga triple, aku dilanda panas demam menyebalkan. Aku sudah mewanti-wanti agar tak bertemu lagi mengunyah berbagai obat pamungkas, tapi telah kukatakan aku diserang rasa sakit di tenggorokan. Ah kawan rasanya mencekik, sakit sekali, panas juga, ku sebut ini radang meski beberapa temanku ngotot ini disebut amandel yang membengkak. Aku tersiksa dari jam satu malam hingga matahari mulai benderang. Tidak ada pengampunan, rasa sakit itu tak bergerak menjauh malah mendekapku erat. Aku menangisi rasa sakit, aku menangisi kesendirianku. Tidak, tidak ada yang kusesali dari perjalan panjang hidupku, hanya kali ini aku merasa Tuhan ingin menunjukkan sesuatu padaku.

Dalam tidur putus-putusku, yah karena semua air akan kembali keluar dari mulutku jadi aku terpaksa bolak-balik kamar mandi, sangat tersiksa. Benarlah kalimat "Nikmat Mana yang Kamu dustakan". Semua penciptaanNya sudah sangat sempurna tapi manusia termasuk aku sangat sulit untuk bisa berlapang dada, bersyukur. Lihatlah aku tak pernah menghitung nikmatnya bisa minum dan makan dengan sempurna tanpa rasa sakit, atau yang lebih sederhana prosesi air liur membasahi mulut, tak pernah kuhitung, tapi malam lalu aku tak bisa menghitung perbandingan nikmatnya.

Aku tersiksa karena sendiri, menangis tergugu tanpa berani membangunkan tetanggaku yang baik. Takut mengganggu karena semua telah berkeluarga. Aku ingat pernah sekali ini terjadi saat di rumah, ayah pontang panting menggendongku, dulu, dulu sekali. Aku bahkan tak berani mengatakan rasa sakit ini pada ayah atau ibuku.

Hingga saat lail aku memberanikan menghubungi teman-teman yang bisa diandalkan tapi pukul 3 bukanlah saat tepat untuk meminta pertolongan. Sempat berandai-andai jika ada 911, dalam sekejap ambulans akan membantuku dan membawaku ke janji kehidupan yang lebih aman. Rupanya doa panjangku baru terjawab dengan sisa suara serak dan diiringi tangisan salah satu sepupuku menjawab telepon dan berjanji segera datang membantu. Allahu Akbar, Tuhan Maha Baik. Meski hambanya ini sering abai, sering lalai, pertolonganNya tetap datang juga.

Dengan tampang cemas (yah semua keluarga trauma jika aku menelpon kesakitan langsung dihubungkan dengan apa yang ada di dalam tubuhku sekarang), aku akhirnya bertemu dokter itu. Yang menawarkan beragam alternatif karena aku sama sekali tidak bisa menelan sedangkan perutku juga bermasalah. Sukseslah aku menawarkan diri bertemu kembali dengan jarum suntik. Bertambahlah rasa sakit akhirnya :). Alhamdulillah masuk jam zuhur kondisiku membaik dan mulai bisa memasukkan bubur dan air lewat tenggorokanku. Aku takut tetap tak bisa melakukan yang terbaik meski berkali-kali diberikan kesempatan emas mengulang kehidupan dan mencintai hidupku. Tetap tak ingin menemukan pintu kematian dalam kondisi penuh lumpur tapi tetap tak beranjak dan bersegera menjalankan semuanya dengan lebih baik tiap harinya.


Tuesday, May 14, 2013

PAK: Ribet dan Melelahkan

Setelah mengalami weekend yang sendu karena ada yang sakit, hari ini dimulai dengan ritme beat berlatar hip hop. Pagi di tempat kerja sudah dimulai dengan letupan-letupan kecil pemicu esmosi, well emosi buruk maksudnya.

Karena kemaren ada urusan keluarga jadilah ternyata DP3 alias nilai alias raport atau sejenis itulah tertinggal manis dengan senyum sendu merayu minta di tanda tangani oleh beberapa pihak. Sukseslah saya bingung binti sekarat di pagi hari karena tidak tahu harus berbuat apa. Tidak bisa berkendara sendiri akan membuatku gila kurasa.

Kenapalah saya harus bingung padahal biasanya cuek saja dan bisa dikatakan tidak peduli karena pada awalnya saya tidak memahami apa fungsi kertas-kertas ajaib ini nantinya. Meski tidak peduli, saya tetap menyimpan kertas apapun dengan baik kecuali jika tercecer di tempat lain. Semua kertas-kertas bermerk, bertanda tangan itu ternyata dibutuhkan (sangat) dalam proses kenaikan pangkat. Saya pikir tidak ada untungnya naik pangkat begitu cepat, toh bikin pusing saja. Tapi ternyata jika tidak diurus sekarang juga, maka saya akan sangat dipersulit oleh beragam hal dari aturan yang terus diperbaharui untuk prosesi kenaikan pangkat yang sakral ini. Jadilah, dengan seperempat hati awalnya saya harus melakukan banyak hal, tidak terlalu banyak persisnya hanya datang ke tukang fotokopi, fotokopi lagi dan lagi. Karena saya tidak terlihat enggan, Tuhan mulai mengingatkan dengan tercecernya beberapa helai, bayangkan malam ini saya hanya kehilangan satu lembar saja tapi saya akan langsung mati tepar besok jika tidak ketemu. Alhasil saya mengeluarkan jurus memencet tombol 008 dan bisa bernapas lega demi mendapatkan kertas cantik tersebut.

PAK, bukan Pak guru yang saya taksir, bukan juga Pak camat yang tidak ada hubungannya sama sekali dalam kasus ini. PAK alias Penetapan Angka Kredit yang diperlukan seorang guru ketika ia mau naik pangkat (weh). PAK ini terdiri dari sedikit sekali item tapi dengan banyak tumpukan kertas-kertas tadi. Well, saya merasa terbebani harus menuliskan apa saja kelengkapan PAK ini agar besok-besok saat saya lupa bisa mengakses disini. Tahukah mereka bahwa saya sangat pelupa tentang banyak hal, memori saya tertutup untuk beberapa item dan cenderung menampilkan yang sederhana saja sekarang ini.

Perkara dokumen yang dilengkapi juga bikin ribet dan sesuatu. Tanya kesini harus 3 rangkap, tanya kesana 2 rangkap, tanya yang lain lagi satu rangkap. Alhasil saya jadi ruwet sendiri dan memutuskan untuk berhibernasi dan melupakan urusan ini. Tapi malang tak dapat ditolak, kepala sekolah saya menginginkan semua dokumen ada di meja beliau besok pagi. See, hingga sekarang saya masih harus mumet karena belum selesai tapi berhubung bosan berarti saatnya berselancar :)

Setelah tadi memastikan sepasti-pastinya apa saja yang harus dilengkapi, ini dia list dokumen yang harus dipenuhi:

Rangkap dua:
1. Fc SK CPNS
2. Fc SK PNS
3. Fc SK Fungsional guru
4. Fc karpeg
5. DP3

Rangkap satu:
1. Daftar usul PAK
2. Surat Tugas
3. Sertifikat2 asli

Rangkap satu (banyak):
1. Surat pengantar sekolah bersangkutan.
2. Daftar usul PAK
3. PAK lama
4. Surat keterangan KBM
5. fc SK CPNS
6. fc SK PNS
7. Fc SK fungsional guru
8. Fc Karpeg
9. Fc DP3
10. SK2 (pembagian tugas, analisis UH, sertifikat2, Sk kegiatan MOS/PSB/UN, dll)

Disusun berdasarkan daftar usulan. Yang harus digarisbawahi SK yang diikutkan hanya SK yang ada nama yang bersangkutan, kemudian perhitungan nilai yang tertera harus memiliki bukti fisik berupa SK. Well semua fotokopi harus di legalisir dan di tanda tangani kepala sekolah.

Mudah-mudahan berhasil, masih deg-degan, masih H2C.