Allah Maha Baik

Friday, May 17, 2013

Lorong Gelap

My mind somewhat wants to explode since I have rarely shared my idea nor simply daily stories. I'd love to share honestly just can't find an appropriate place to be the bin :)

Ingin mulai dari yang paling baru, ada banyak, tapi mari mulai dengan ini. Aku merasa sangat sering akhir-akhir memasuki lorong labirin gelap tak kumengerti, kupikir itu menuju kematian. Tapi, siapa aku berani mengatakan rahasia diatas rahasia Tuhan yang tak pernah bisa disingkap tabirnya.

Setelah beberapa kali berhadapan dengan malaikat maut dalam tahun ini, kurasa Allah masih cukup baik memberi kesempatan untukku bertebarana di muka bumiNya yang elok nan rupawan ini menebar kebaikan harusnya, meski tak bisa dengan mudah kulakukan saat aku mulai memasuki ruang nyaman egoisme berbau aku. Semalam Tuhan kembali menegurku melalui rasa sakit, mungkin karena tak ada efek jera dalam diriku atau karena perkembangan kepribadianku yang terlalu pelan hingga lagi aku dihadapkan pada rasa sakit luar biasa. Setelah muka, tangan, seluruh badan, aku diuji dengan kehadiran teman lama sebenarnya. Aku punya riwayat sakit ini, yang jika dituliskan dalam biodata pencari beasiswa tidak berdampak apa-apa karena ini hanya sakit ringan (katanya) meski yang kurasakan berbeda. Tidak jauh berbeda terjdai persis seperti aku SMA, entah kelas berapa. Tiba-tiba setelah rasa capek yang tak henti-hentinya mendekat meski aku beristirahat double hingga triple, aku dilanda panas demam menyebalkan. Aku sudah mewanti-wanti agar tak bertemu lagi mengunyah berbagai obat pamungkas, tapi telah kukatakan aku diserang rasa sakit di tenggorokan. Ah kawan rasanya mencekik, sakit sekali, panas juga, ku sebut ini radang meski beberapa temanku ngotot ini disebut amandel yang membengkak. Aku tersiksa dari jam satu malam hingga matahari mulai benderang. Tidak ada pengampunan, rasa sakit itu tak bergerak menjauh malah mendekapku erat. Aku menangisi rasa sakit, aku menangisi kesendirianku. Tidak, tidak ada yang kusesali dari perjalan panjang hidupku, hanya kali ini aku merasa Tuhan ingin menunjukkan sesuatu padaku.

Dalam tidur putus-putusku, yah karena semua air akan kembali keluar dari mulutku jadi aku terpaksa bolak-balik kamar mandi, sangat tersiksa. Benarlah kalimat "Nikmat Mana yang Kamu dustakan". Semua penciptaanNya sudah sangat sempurna tapi manusia termasuk aku sangat sulit untuk bisa berlapang dada, bersyukur. Lihatlah aku tak pernah menghitung nikmatnya bisa minum dan makan dengan sempurna tanpa rasa sakit, atau yang lebih sederhana prosesi air liur membasahi mulut, tak pernah kuhitung, tapi malam lalu aku tak bisa menghitung perbandingan nikmatnya.

Aku tersiksa karena sendiri, menangis tergugu tanpa berani membangunkan tetanggaku yang baik. Takut mengganggu karena semua telah berkeluarga. Aku ingat pernah sekali ini terjadi saat di rumah, ayah pontang panting menggendongku, dulu, dulu sekali. Aku bahkan tak berani mengatakan rasa sakit ini pada ayah atau ibuku.

Hingga saat lail aku memberanikan menghubungi teman-teman yang bisa diandalkan tapi pukul 3 bukanlah saat tepat untuk meminta pertolongan. Sempat berandai-andai jika ada 911, dalam sekejap ambulans akan membantuku dan membawaku ke janji kehidupan yang lebih aman. Rupanya doa panjangku baru terjawab dengan sisa suara serak dan diiringi tangisan salah satu sepupuku menjawab telepon dan berjanji segera datang membantu. Allahu Akbar, Tuhan Maha Baik. Meski hambanya ini sering abai, sering lalai, pertolonganNya tetap datang juga.

Dengan tampang cemas (yah semua keluarga trauma jika aku menelpon kesakitan langsung dihubungkan dengan apa yang ada di dalam tubuhku sekarang), aku akhirnya bertemu dokter itu. Yang menawarkan beragam alternatif karena aku sama sekali tidak bisa menelan sedangkan perutku juga bermasalah. Sukseslah aku menawarkan diri bertemu kembali dengan jarum suntik. Bertambahlah rasa sakit akhirnya :). Alhamdulillah masuk jam zuhur kondisiku membaik dan mulai bisa memasukkan bubur dan air lewat tenggorokanku. Aku takut tetap tak bisa melakukan yang terbaik meski berkali-kali diberikan kesempatan emas mengulang kehidupan dan mencintai hidupku. Tetap tak ingin menemukan pintu kematian dalam kondisi penuh lumpur tapi tetap tak beranjak dan bersegera menjalankan semuanya dengan lebih baik tiap harinya.


No comments:

Post a Comment