Allah Maha Baik

Tuesday, January 26, 2016

Dinner Bersama Keluarga Amerika

Sabtu lalu sempat bingung cz mendapat undangan makan malam dari seorang kolega dari Amerika Serikat. Bingungnya kompleks, yang pertama ini baru pertama kalinya jadi ga tahu mesti bawa apa, pakai baju apa. Trus yang kedua, kan keluarga Amerikanya disini, bukan sebaliknya. Hhmm, padahal sebenarnya teman saya ini sangat santai orangnya, hanya saja saya tidak ingin meninggalkan kesan tidak sopan. Jadilah saya browse sana sini. Yang hasilnya:
1.Kita mesti bawa sesuatu sebagai hadiah bagi tuan rumah. Hasil pencarian tertinggi menunjukkan wine yang te o pe, sebagai gift. Hoho bentuknya saja saya tidak tahu. Juga setahu saya, teman saya ini tidak minum alkohol. Sempat kepikiran apa saya mesti bawa anggur mentahnya aja yah. Parah...

2. Buah, selai, syrup, anything yang bisa dimasukin sebagai bagian penutup makan malam bersama. Hmm, buah sebenarnya bisa jadi pilihan, cuma saya rada bingung wrappingnya mesti gimana, rasanya aneh kalau mesti bawa kantong plastik.

3. Hadiah untuk anak2 si empunya rumah..oalah saya blmakin bingung harus beli apa. Siapa yang ngerti selera anak2 dari luar sana dengan mainan.

4. Kreasi sendiri.. finally ini yang saya bawa setelah mikir panjang kali lebar sepanjang siang yang panas.

Trus kostum, trus bahan pembicaraan, dst dst. Ini sebenarnya mau dinner dengan pejabat atau gimana si. Wong teman saya saja bilangnya nyantai aja. Saya aja ini yang selalu ga suka kalau ga siap dalam beberapa situasi tanpa antisipasi.

Setelah memilih sejumlah penganan khas daerah, saya membeli tas cantik sebagai pembungkus. Hhhh serasa sedikit siap, tinggal meyakinkan suami dan memilih kostum.

Jam 6 kurang 10 kita masih tergopoh-gopoh dengan baju dan jilbab dan bayi yang pengen ikutan dan sholat dan kehebohan lainnya. Padahal udah saling mengingatkan untuk on time, secara yang didatengin adalah orang asing yang tepat waktu. Lima menit kita udah nangkring diatas motor, sambil buru-buru, sambil grogi ga jelas, sambil menerka kira-kita nanti mau ngomongin apaan.

Tepat 6.30.
Kita udah berada di depan rumah tuan rumah, say hi, ngasih gift, terus masuk. Sempat melongok kesana kemari, hehe tuan rumah juga nunjukin semua wilayah jadi ga harus intip-intip. Pas ngobrol ditanyain suami pakai bahasa inggris, yang ditanya akhirnya mesem-mesem mengiyakan.

Jadilah suami ngobrol dengan teman saya, saya bantuin...ehm bantu liat istrinya yang menyiapkan dinner kita. And the menu was so italian, mixed American kali yak. Spagethi dengan saus tomat, terus ada bread apa namanya. Ditunjukin bumbunya satu satu, cara bikinnya, yang ujungnya saya bilang boleh ga kalau saya dimasakin aja, dasar malas.

Dinner is ready, kita makan di dating room nya mereka, anak-anak yang cute pada makan terpisah. Mereka benar-benar unyu. Meski diawal sempat serem soal table manner dll, akhirnya kita malah asyik ngobrol sampai jam 9..gubrak ingat anak pak, bu. Itupun udah maksa pulang ditengah obrolan yang lagi seru..hoho mereka bilang kita harua dinner bareng lagi setelag ini, wuaaaaaah. What about pizza?

Dinner di keluarga Amerika keturunan Italia itu sesuatu yah... can't wait for another moment ^^

Friday, January 1, 2016

Pulang: Sebuah pengingat di awal tahun


Awal tahun yang basah terguyur hujan, deras kemudian diikuti rinai sepanjang hari. Pulang adalah sebuah novel yang sebulan terakhir tergeletak bersama dengan setumpuk buku lainnya, masih terbungkus plastik dan berlabel harga. Tampak tidak dipedulikan. Sebenarnya mereka memang masuk ke dalam mission impossible yang harus diselesaikan semasa liburan. Hmm, selain sulit merubah arah otak dan hati dari aktifitas day to night yang seabrek, membaca memerlukan kekuatan supernatural...ooops, superb I means.

Kembali ke novel diatas. I told you, I always love Tere Liye, still. Ini novel ke entahlah, tak terhitung lagi, lebih tepatnya lupa, karena setiap novel keluar langsung jadi incaran, terkecuali edisi terlalu menggunakan imaginasi tinggi like bumi or bulan dan sejenisnya. I am not in.

Pulang, dua tiga bab pertama membuat saya mikir panjang, ini serius??? Jalan ceritanya sungguh berbeda. Oh ayolah, sejumlah novel pendahulu juga membuat saya berpikir, but it's totally different.

Shadow economy? What kind of phrase in world is it? Pelan-pelan saya membaca bagian penjelasan ini, tertarik, berminat, penasaran. Karena ingin tahu ini ceritanya orisinal atau mengambil jalan cerita yang sama dengan novel lain (well, Tere Liye pernah melakukan itu dengan mengambil cerita The Story Of My Life nya Hellen Keller, but I don't like it), saya browse sana sini, baca review di newsletter langganan, ah I miss another two previous books, dua buku yang berjudul negeri... yang saya memang sengaja skip karena malas, terkesan berat, politik, just don't like it. Nah ternyata cerita sejenis ini menghadirkan sensasi kembaca tersendiri.

Awalnya sedikit mirip dengan Bidadari... berlatar negeri yang sama, saya mulai meraba mungkin ceritanya akan kesana, tentang pengabdian, tentang keluarga, tapi ini berbeda, definitely. Meski dimulai dengan pertarungan dengan Babi hutan, jalan ceritanya out of my expectation. Lembar-lembar yang tak bisa saya hentikan untuk membacanya, kisah sebuah dinasti penguasa ekonomi di dunia yang tak pernah terpikirkan. Ah, sambil membaca, saya sambil teringat beberapa film Cina soal mafia, soal bisnis dunia hitam dan sejenisnya, atau film Korea, atau Makau, tapi di Indonesia rasanya tak terbayangkan. Ada juga rupanya yah? Gosh, I am so blind about this thing.

Sosok Bujang hadir sebagai tokoh utama, pemberani, setia, cerdas, dan ahli di berbagai bidang. Di sini saya agak merasa ragu, ada ya seseorang yang bisa menguasai begitu banyak hal, bicara bahasa yang berbeda, menembak, bertarung, berpedang, mengemudikan pesawat, bernegosiasi, bahkan Tony Stark pun tak sebegitunya. Lantas pikiran saya melayang pada agen Ethan di Mission Impossible, he can do everything, he is the best on his jobs. Tapi beberapa kejadian di bab berikutnya membuat tokoh utama terlihat manusiawi. Tokoh lainnya dipenuhi oleh Tauke besar/ muda, Frans, White, Yuki and Kiko, dan lain-lain. Yang menarik bagi saya tetap Bujang, meski awalnya sempat naksir dengan Bashir.

Jalan ceritanya maju mundur teratur, setiap bab yang mengulas masa lalu akan membawa ke cerita masa kini yang terkait, jadi pembaca pemula tidak akan sepusing membaca Rembulan... Ending cerita membawa saya pada kalimat-kalimat khas Tere Liye yang mengajak pada proses merenung mendalam soal kehidupan, melepaskan, penerimaan. Meski bab Samurai Sejati mengembalikan ingatan saya pada The Last Samurai. Saya jadi tertawa sendiri, ini baca satu novel tapi berbagai cerita baik itu film maupun novel campur aduk di kepala. Sederhananya, saya masih ingat semua potongan cerita yang pernah saya temukan. Fair enough...

Settingnya juga bikin berdecak-decak, wow pedalaman bukit Barisan, Jakarta, Hongkong, Manila, Makau... benar-benar seperti menonton adegan kejar-kejaran ala mafia tingkat tinggi. Saya mikir lagi, ini risetnya seberapa lama yak? Bisa ya nulis buku kayak begini nadanya? Bagi saya yang ehm tak mengerti Ekonomi, ini seperti belajar hal baru yang menarik dan menantang..hoho..

Hmm, itulah kilasan tentang novel Pulang di sela-sela aktivitas liburan fully mommy di awal tahun ini. Semoga selalu membawa jalan pulang pada jiwa yang kadang ingin mencoba dan menyasar tempat yang salam. Welcome 2016 😊