Allah Maha Baik

Tuesday, November 5, 2013

Mati Rasa

Mati rasa...

Jika rasa ada berbagai rupa dan warna, aku kehilangan itu. Aku kehilangan saat bergairah mendebarkan berjumpa denganmu, atau detik-detik pertemuan mengharukan yang biasanya kupersiapkan pelan-pelan demi sempurnanya diriku berjumpa denganmu. Aku tak tahu kemana perginya rasa rindu, rindu kala kau pergi jauh, rindu kala angin berhenti menyapaku sementara kau sibuk mengalahkan waktu disuatu tempat yang tak mungkin kudatangi. Aku berhenti merasa lelah, lelah akan suara tawamu, atau keluh kesah yang kau lontarkan saat kau runyam ditengah kesibukan duniawi yang kau junjung atas nama kita.

Aku tak pernah tahu kapan ini bermula. Aku tak menyangkal bahwa manusia punya rasa bosan, jengah, atau butuh waktu untuk berhenti sejenak disaat laju kita terasa hambar, terasa pelan, beranjak lamat-lamat. Tapi aku tak pernah bosan, kubisikkan bahkan kunyatakan dengan lantang (tidak didepanmu sayangnya) bahwa aku selalu ada, selalu mencinta, selalu menunggu detik-detik bersama yang sesungguhnya tiba. Tapi, entahkah ini nyata ataukah sementara tapi aku mati rasa.

Sungguh, aku ingin kembali berirama, menari riang dalam nada yang sama, dalam getaran yang sama, kita selalu menyebut itu "resonansi", ah ya itu. Tapi, hadirmu tak lagi membawa pelangi, resahmu tak lagi membawa kelam dalam duniaku, semua terasa hambar, bahkan bening, tenang, namun mengerikan. Ada yang berbisik bahwa rasa adalah sesuatu yang fluktuatif, yang bisa berubah tapi tetap bisa diarahkan, diluruskan jalannya saat berada pada belokan yang salah. Frekuensi pertemuan tak memberi pengaruh, ini bukan tentang sesuatu yang fisik seperti itu, aku tetap suka bersamamu, meyakinkan diriku bahwa kamu baik-baik saja, tapi sisanya...lengang.

Aku tak ingin mengirim maaf pun juga memintamu melakukan hal-hal terduga atau tidak dengan apa yang terjadi padaku. Biarkan rasa itu tumbuh kembali bahkan lebih dari sebelum ini dengan sendirinya.



No comments:

Post a Comment