Allah Maha Baik

Saturday, July 16, 2016

Online Taxi Vs Taksi Konvensional

Holllllla lama sekali tidak mengunjungi laman ini, padahal tahun ini ada banyak kejadian luar biasa yang ingim di keep dan ditulis, cuma bepergian sana sini membuat saya kian malas yang namanya bersentuhan dengan alat tulis termasuk ketik mengetik.

Beberapa perjalanan ke kota besar akhir-akhir ini membuat saya sampai pada kesimpulan yang entahlah mungkin sangat personal. Ngomongin soal kedua kelompok besar jenis moda transport, ada beberapa hal yang ingin saya garis bawahi.

Taksi Konvensional

Berwarna merah, kuning, hijau dan biru merupakan taksi yang sudah lama hadir diantara masyarakat. Taksi ini menggunakan argometer sebagai patokan harga yang harus dibayar, meski pada kenyataannya banyak oknum yang meminta tambahan lebih dengan beragam alasan, sekaliber taksi bermerk pun melakukan ini. Saya sudah lebih tiga kali menghadapi persoalan yang sama baik iti di Jakarta, Bandung atau kota besar lainnya yang mengatasnamakan sejenis charge ini itu atau tujuan terlalu jauh or whatever. Meski katanya taksi jenis ini lebih aman karena memiliki kantor dan perusahaan yang jelas terutama ketika memesan lewat kantor resmi. Tapi sayangnya saya juga pernah ketinggalan satu tas dan tidak kembali hingga the last minute, padahal hotel tempat tinggal saya jelas bisa diingat dengan baik oleh si supir taksi. Ada lagi ojek untuk pengendara sepeda motor. Saya belum pernah mencoba moda ini di kora besar, kredibilitasnya belum masuk ke dalam hati dan pertimbangan saya.

Online Taxi

Tentu semua sudah tahu jika sekarang sedang marak aplikasi yang bisa menghadirkan motor ataupun mobil untuk mengantarkan ke tempat tujuan. Caranya sangat mudah dan praktis, sedikit mahal karena bergantung pada paket internet. Tinggal download aplikasi pada play store, isi dara, lalu siap memesan motor atau mobil untuk menemani perjalanan ke tempat tujuan. Motor saya pilih saat perjalanan memerlukan ketepatan wakyu sedangkan kota tersebut terkenal macet parah, plus jika saya tidak membawa barang-barang berlebihan ala emak-emak rempong. Meski jaraknya cukup jauh menurut saya motor merupakan pilihan tepat untuk mengejar aktivitas bertenggat waktu, pilihan jalan tikus memudahkan untuk sampat ke tempat tujuan. Pilihan jatuh ke mobil saat barang yang dibawa membuat mati rasa. Syarat lainnya ialah cuaca panas atau malah hujan yang akan membuat basah kuyup. Sedikit lebuh mahal namun aplikasi online memungkinkan untuk memgatur budget dari awal, jika memang tidak cocok, jangan diambil.

Kesimpulan umum penemuan baru ini membuat hidup jadi lebih mudah, praktis dan ekonomis. Saya kadung jatuh cinta dengan jenis transportasi publik ini, selain kemudahan yang didapat, fasilitas nomor dan nama sopir yang tersimpan di aplikasi akan membantu sekali saat ketinggalan barang yang tidak diinginkan.

*bandara, menunggu pesawat tak kunjung datang, sekaligus memikirkan satu kurnia Tuhan yang terlalaikan.

Tuesday, February 23, 2016

A Walking Home

Recently we shared our dreams about staying in a walking home. Literally, it means walking but we can feel as comfortable as stay in cozy room. It's been our dream to feel comfy everywhere we live in, as long as we are together, all the troublesome wouldn't matter. It won't be called life if it's too flat. Life is about going up and down, and up and down, again, to struggle what we want, what we dream.

Looking back at dream make me anxious recently. I can't simply say I have nothing, a lot if I may list, but I try to enjoy every single breath I take. Having dreams are somehow demanding. They have to be fought of till caught up. I sometimes too focus on them and forget the laughter I've got everyday.

I'd rather to say let's live this life the way it can be. Not too fast, although speed is a must, not too slow. I do hope all those expectations screwing up in my mind won't let me lose sense of loving what I have had already. Still think about our walking home, love? Don't bother. We do have a lot.

Tuesday, January 26, 2016

Dinner Bersama Keluarga Amerika

Sabtu lalu sempat bingung cz mendapat undangan makan malam dari seorang kolega dari Amerika Serikat. Bingungnya kompleks, yang pertama ini baru pertama kalinya jadi ga tahu mesti bawa apa, pakai baju apa. Trus yang kedua, kan keluarga Amerikanya disini, bukan sebaliknya. Hhmm, padahal sebenarnya teman saya ini sangat santai orangnya, hanya saja saya tidak ingin meninggalkan kesan tidak sopan. Jadilah saya browse sana sini. Yang hasilnya:
1.Kita mesti bawa sesuatu sebagai hadiah bagi tuan rumah. Hasil pencarian tertinggi menunjukkan wine yang te o pe, sebagai gift. Hoho bentuknya saja saya tidak tahu. Juga setahu saya, teman saya ini tidak minum alkohol. Sempat kepikiran apa saya mesti bawa anggur mentahnya aja yah. Parah...

2. Buah, selai, syrup, anything yang bisa dimasukin sebagai bagian penutup makan malam bersama. Hmm, buah sebenarnya bisa jadi pilihan, cuma saya rada bingung wrappingnya mesti gimana, rasanya aneh kalau mesti bawa kantong plastik.

3. Hadiah untuk anak2 si empunya rumah..oalah saya blmakin bingung harus beli apa. Siapa yang ngerti selera anak2 dari luar sana dengan mainan.

4. Kreasi sendiri.. finally ini yang saya bawa setelah mikir panjang kali lebar sepanjang siang yang panas.

Trus kostum, trus bahan pembicaraan, dst dst. Ini sebenarnya mau dinner dengan pejabat atau gimana si. Wong teman saya saja bilangnya nyantai aja. Saya aja ini yang selalu ga suka kalau ga siap dalam beberapa situasi tanpa antisipasi.

Setelah memilih sejumlah penganan khas daerah, saya membeli tas cantik sebagai pembungkus. Hhhh serasa sedikit siap, tinggal meyakinkan suami dan memilih kostum.

Jam 6 kurang 10 kita masih tergopoh-gopoh dengan baju dan jilbab dan bayi yang pengen ikutan dan sholat dan kehebohan lainnya. Padahal udah saling mengingatkan untuk on time, secara yang didatengin adalah orang asing yang tepat waktu. Lima menit kita udah nangkring diatas motor, sambil buru-buru, sambil grogi ga jelas, sambil menerka kira-kita nanti mau ngomongin apaan.

Tepat 6.30.
Kita udah berada di depan rumah tuan rumah, say hi, ngasih gift, terus masuk. Sempat melongok kesana kemari, hehe tuan rumah juga nunjukin semua wilayah jadi ga harus intip-intip. Pas ngobrol ditanyain suami pakai bahasa inggris, yang ditanya akhirnya mesem-mesem mengiyakan.

Jadilah suami ngobrol dengan teman saya, saya bantuin...ehm bantu liat istrinya yang menyiapkan dinner kita. And the menu was so italian, mixed American kali yak. Spagethi dengan saus tomat, terus ada bread apa namanya. Ditunjukin bumbunya satu satu, cara bikinnya, yang ujungnya saya bilang boleh ga kalau saya dimasakin aja, dasar malas.

Dinner is ready, kita makan di dating room nya mereka, anak-anak yang cute pada makan terpisah. Mereka benar-benar unyu. Meski diawal sempat serem soal table manner dll, akhirnya kita malah asyik ngobrol sampai jam 9..gubrak ingat anak pak, bu. Itupun udah maksa pulang ditengah obrolan yang lagi seru..hoho mereka bilang kita harua dinner bareng lagi setelag ini, wuaaaaaah. What about pizza?

Dinner di keluarga Amerika keturunan Italia itu sesuatu yah... can't wait for another moment ^^

Friday, January 1, 2016

Pulang: Sebuah pengingat di awal tahun


Awal tahun yang basah terguyur hujan, deras kemudian diikuti rinai sepanjang hari. Pulang adalah sebuah novel yang sebulan terakhir tergeletak bersama dengan setumpuk buku lainnya, masih terbungkus plastik dan berlabel harga. Tampak tidak dipedulikan. Sebenarnya mereka memang masuk ke dalam mission impossible yang harus diselesaikan semasa liburan. Hmm, selain sulit merubah arah otak dan hati dari aktifitas day to night yang seabrek, membaca memerlukan kekuatan supernatural...ooops, superb I means.

Kembali ke novel diatas. I told you, I always love Tere Liye, still. Ini novel ke entahlah, tak terhitung lagi, lebih tepatnya lupa, karena setiap novel keluar langsung jadi incaran, terkecuali edisi terlalu menggunakan imaginasi tinggi like bumi or bulan dan sejenisnya. I am not in.

Pulang, dua tiga bab pertama membuat saya mikir panjang, ini serius??? Jalan ceritanya sungguh berbeda. Oh ayolah, sejumlah novel pendahulu juga membuat saya berpikir, but it's totally different.

Shadow economy? What kind of phrase in world is it? Pelan-pelan saya membaca bagian penjelasan ini, tertarik, berminat, penasaran. Karena ingin tahu ini ceritanya orisinal atau mengambil jalan cerita yang sama dengan novel lain (well, Tere Liye pernah melakukan itu dengan mengambil cerita The Story Of My Life nya Hellen Keller, but I don't like it), saya browse sana sini, baca review di newsletter langganan, ah I miss another two previous books, dua buku yang berjudul negeri... yang saya memang sengaja skip karena malas, terkesan berat, politik, just don't like it. Nah ternyata cerita sejenis ini menghadirkan sensasi kembaca tersendiri.

Awalnya sedikit mirip dengan Bidadari... berlatar negeri yang sama, saya mulai meraba mungkin ceritanya akan kesana, tentang pengabdian, tentang keluarga, tapi ini berbeda, definitely. Meski dimulai dengan pertarungan dengan Babi hutan, jalan ceritanya out of my expectation. Lembar-lembar yang tak bisa saya hentikan untuk membacanya, kisah sebuah dinasti penguasa ekonomi di dunia yang tak pernah terpikirkan. Ah, sambil membaca, saya sambil teringat beberapa film Cina soal mafia, soal bisnis dunia hitam dan sejenisnya, atau film Korea, atau Makau, tapi di Indonesia rasanya tak terbayangkan. Ada juga rupanya yah? Gosh, I am so blind about this thing.

Sosok Bujang hadir sebagai tokoh utama, pemberani, setia, cerdas, dan ahli di berbagai bidang. Di sini saya agak merasa ragu, ada ya seseorang yang bisa menguasai begitu banyak hal, bicara bahasa yang berbeda, menembak, bertarung, berpedang, mengemudikan pesawat, bernegosiasi, bahkan Tony Stark pun tak sebegitunya. Lantas pikiran saya melayang pada agen Ethan di Mission Impossible, he can do everything, he is the best on his jobs. Tapi beberapa kejadian di bab berikutnya membuat tokoh utama terlihat manusiawi. Tokoh lainnya dipenuhi oleh Tauke besar/ muda, Frans, White, Yuki and Kiko, dan lain-lain. Yang menarik bagi saya tetap Bujang, meski awalnya sempat naksir dengan Bashir.

Jalan ceritanya maju mundur teratur, setiap bab yang mengulas masa lalu akan membawa ke cerita masa kini yang terkait, jadi pembaca pemula tidak akan sepusing membaca Rembulan... Ending cerita membawa saya pada kalimat-kalimat khas Tere Liye yang mengajak pada proses merenung mendalam soal kehidupan, melepaskan, penerimaan. Meski bab Samurai Sejati mengembalikan ingatan saya pada The Last Samurai. Saya jadi tertawa sendiri, ini baca satu novel tapi berbagai cerita baik itu film maupun novel campur aduk di kepala. Sederhananya, saya masih ingat semua potongan cerita yang pernah saya temukan. Fair enough...

Settingnya juga bikin berdecak-decak, wow pedalaman bukit Barisan, Jakarta, Hongkong, Manila, Makau... benar-benar seperti menonton adegan kejar-kejaran ala mafia tingkat tinggi. Saya mikir lagi, ini risetnya seberapa lama yak? Bisa ya nulis buku kayak begini nadanya? Bagi saya yang ehm tak mengerti Ekonomi, ini seperti belajar hal baru yang menarik dan menantang..hoho..

Hmm, itulah kilasan tentang novel Pulang di sela-sela aktivitas liburan fully mommy di awal tahun ini. Semoga selalu membawa jalan pulang pada jiwa yang kadang ingin mencoba dan menyasar tempat yang salam. Welcome 2016 😊

Tuesday, November 17, 2015

The worse day, ever.

Hidup kalau kau dikata susah, ya susah, pun sebaliknya. Ada aja yang bikin nyesek di hati. Apalagi jika pahi sudah dimulai dengan teramat buruk, biasanya serentetan kegiatan berikutnya ikutan buruk, gaje deh.

Berhubungan dengan manusia egois itu memang sesuatu, orang yang suka sesuka hati, merasa benar sendiri, suka semena-mena dengan orang lain. Ini nih yang disebut anti eksistensi makhluk lain. Eleh, akibat tontonan jam 3 apa 4 yah tentang pro eksistensi toleransi, yang ceramah banget, ga penting.

Kalau mood lagi bagus, mau ada manusia jenis apapun, hayyo aja. Cuman ni mood juga kadang ga stabil, suka cenderung naik turun drastis kayak dolar juga. Tergantung suasana, baper dong. Well, ngomongin orang egois, bukan berarti yang nulis udah perfecto anti egoisme yak. Ada juga saatnya all the things is mine. Cuman akhir2 all the things are supposed to be others. Sometimes I miss my own self. Agh where is she completely gone huh? 

Pagi buruk padahal hujan pertama di pagi hari, biasanya saya suka. Kali ini beda, ada sesuatu yang membuat hujan tak baik hadir di pagi ini. Bukannya menolak rejeki, cuman deg udah ga bersyukur aja ni hati gegara hujan. Semua perjalanan pagi ini sangat tidak menyenangkan. Seandainya hidup bisa dikontrol dengan tangan sendiri, bahkan bangun jam 3 pagi pun tak membuat bisa hadir tepat waktu, apalagi teramat pagi, sigh. Even when I wanted to try to be better, the world seemed not supporting. 

At work, it's getting worse. Ketemu orang-orang nyebelin, lebih gaje, ga tau mana yang harus dilakukan mana yang tidak. Mana yang harusnya ini lalu itu, agh entah, ini ni mood yang paling saya ga suka. Marah. I hate being angry. Anger is just bad. And it is. Berlanjut hingga sekarang, hingga detik ini, hingga jam berdetak detak, plus perut keroncongan. And I can't find choco in my pocket. Better I scream out loud.

Thursday, November 12, 2015

A Letter to God

Dear God,

I am absolutely feeling blue. You said there would be many ways to achieve what you want, as long as you keep fighting, never give up. I do, I did, and I have done it. I always underline it in my mind, that I have to struggle for something that I want, especially things that will be beneficial for others, not only me.

I have knocked many different doors, hoping that they will let me in, getting closer to my huge dream. But, I fall. Yeah, they did let me enter the room, but after I set up my expectation, I got dump. I know trying once won't be enough. So, I try many, a lot. See, those doors kicked me to a very minus start, again and again.

I am sure it sounds more like complaining, but somehow in certain conditions, I just want to surrender. All those wise words I have built in my minds can't barely help. Now, it's like no more energy or braveness to start.

Hmm,

Me


Tuesday, November 10, 2015

Ngomongin Soal Narasumber

Okay, makin sering menghadiri seminar, workshop, atau diklat, makin sering dipertemukan dengan berbagai jenis narasumber. Narasumber atau pembicara ini bisa saja berasal dari pusat, propinsi atau lokal. Asal tidaklah masalah jika pembicara benar menguasai materi yang disampaikan, tidak terlihat ragu, atau malah mencari alibi melakukan tugas lain yang tidak terarah.

Ok, ini cuma opini pribadi, no offense.
1. Keep talking no matter what.

Tipe pertama adalah tipikal wanita dan pria penyuka ceramah. Pembicara model ini akan berbicara dalam dua kategori, pertama berbicara dengan cara membaca slide, only. Yang kedua bercerita ala monolog tentang materi. Sebagian dari tipe ini bisa dibilang sangat menguasai materi cuma terlalu monolog dalam cara menyampaikan saja. Or ada juga yang sebenarnya bingung mau ngomong apa, sehingga beliau fokus sekali pada slide, tanpa dikurangi, mungkin sedikit ditambah.

Untuk tipe ini, ada yang berbicara tanpa memperhatikan pemirsa, situasi, panasnya udara, de el el, pokonya keep talking, yang penting kewajiban menyampaikan selesai. Ada juga yang lumayan interactive, yang ngeh kalau orang-orang di belakang udah pada bosan.

2. Tasks are the most effective guns.

Ada lagi yang terlalu suka ngasih tugas. Belum seberapa ngomong udah sibuk aja nyuruh bagi kelompok, bagi ini itu. In my view, ini tipe yang terburu-buru. Tentu menarik langsung kerja jika info yang disampaikan sudah cukup dan jelas. Tugas akan menyenangkan jika petunjuk yang diberikan jelas dan bisa diikuti. Kalau cuma ngasih tugas terus bahas bersama, kok kayaknya mending belajar di rumah yak.

3. I know you are there.

Ah, tipe ini ni yang makin langka. Memahami materi dengan baik dan menyampaikannya pun sangat interaktif. Sehingga sesekali dua dia keliru pun tak masalah. Pembicara ini menunjukkan bagaimana cara sesuatu bekerja baru memberi tugas. Tidak hanya itu, dia juga sangat suka membantu.

😴😥Kapan-kapan dilanjutkan, ngantuuuuk.